benuanta.co.id, TARAKAN – Seiring meningkatnya jumlah buruh di Kalimantan Utara (Kaltara) yang kini mencapai 177.250 orang atau 47,20 persen dari total penduduk bekerja per Februari 2025, berbagai persoalan masih membayangi kesejahteraan para pekerja di daerah ini.
Ketua Serikat Buruh Perjuangan Indonesia (SBPI) DPD Kaltara, Joko Supriyadi, menilai kondisi buruh saat ini belum sepenuhnya membaik meski secara kuantitas mengalami peningkatan hampir 10 persen dibanding tahun 2024. Ia menyoroti sejumlah permasalahan mendasar, mulai dari persoalan Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang masih bergabung dengan Kalimantan Timur hingga program perumahan buruh yang tak kunjung berjalan.
“Padahal, program perumahan itu sudah diatur jelas dalam Permenaker Nomor 17 Tahun 2021 tentang perubahan atas Permenaker Nomor 35 Tahun 2016, tapi implementasinya belum terlihat di Kaltara,” ungkapnya.
Selain itu, masih maraknya praktik union busting, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, serta lambannya birokrasi pemerintah dalam merespons masalah yang dihadapi pekerja turut memperparah situasi. Menurutnya, kondisi ini perlu menjadi perhatian serius agar hak-hak buruh tidak terus terabaikan.
Dirinya juga menekankan pentingnya evaluasi internal di kalangan pekerja, baik yang tergabung dalam serikat buruh maupun organisasi masyarakat dan partai politik. Hal ini dianggap penting agar kaum buruh dapat memperkuat kemandirian ekonomi dan memahami kembali arah pergerakan mereka.
“Salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembentukan koperasi buruh sebagai wadah ekonomi mandiri. Selain itu, penyusunan buku sejarah pergerakan buruh di Kaltara juga penting, agar generasi sekarang mengenal perjuangan dan tokoh-tokoh buruh di daerah ini,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Korwil Kaltara bersama DPD SBPI Kaltara menginisiasi pembentukan Forum Revolusioner Buruh Kalimantan Utara. Forum ini diharapkan menjadi ruang kolaborasi antarsesama serikat buruh dalam memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Pemilihan istilah revolusioner dianggap mencerminkan semangat perjuangan tanpa kompromi terhadap ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih dialami kaum buruh. Para peserta rapat pembentukan forum ini berkeyakinan, langkah tersebut akan memperkuat kesadaran kolektif, meningkatkan partisipasi aktif pekerja, serta memperkokoh posisi tawar mereka dalam hubungan industrial.
Pihaknya berharap, forum ini nantinya dapat menjadi mitra strategis bagi pemerintah dan pengusaha dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil, harmonis, dan berkelanjutan bagi seluruh pekerja di Kaltara. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Yogi Wibawa







