benuanta.co.id, TARAKAN — Tidak banyak yang tahu bahwa kesehatan gigi anak membutuhkan perhatian khusus yang berbeda dari orang dewasa. Hal inilah yang menjadi alasan adanya cabang ilmu kedokteran gigi khusus anak atau yang dikenal dengan Pedodonti. Spesialis ini menangani berbagai permasalahan gigi dan mulut pada anak sejak bayi hingga remaja.
Spesialis Kedokteran Gigi Anak (Pedodontis) RSUD dr. H Jusuf SK, drg. Olivia Trifina Ngo, MDSc, Sp.KGA, menjelaskan kedokteran gigi anak lahir karena karakteristik gigi dan mulut anak sangat berbeda dari orang dewasa.
“Anak bukanlah miniatur orang dewasa. Struktur, kondisi rongga mulut, serta perilaku anak membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam perawatan,” jelasnya, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, anak memiliki kondisi biologis dan psikologis yang khas. Proses tumbuh kembang gigi susu dan pergantian ke gigi permanen memerlukan pengawasan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kami tidak hanya memperbaiki gigi yang rusak, tetapi juga memastikan pertumbuhan gigi dan rahang anak berjalan normal,” terangnya.
drg. Olivia menambahkan, rentang usia pasien yang ditangani Pedodontis berkisar dari bayi usia 0 hingga remaja usia 18 tahun. Pada fase ini, setiap tahap perkembangan gigi memiliki tantangan tersendiri.
Misalnya, pada usia balita sering ditemukan masalah gigi susu yang berlubang akibat kebiasaan minum susu botol saat tidur. Sedangkan pada usia sekolah, kebersihan gigi yang kurang terjaga dapat menyebabkan karies atau gigi berlubang.
“Penanganan dan pendekatannya berbeda dengan orang dewasa,” tegasnya.
Salah satu penyakit yang paling sering ditangani oleh spesialis gigi anak adalah karies gigi atau gigi berlubang. Penyakit ini terjadi akibat penumpukan plak dan konsumsi makanan manis yang berlebihan.
“Karies merupakan penyakit paling umum pada anak. Jika tidak segera ditangani, bisa menyebabkan infeksi dan mengganggu proses makan maupun bicara,” ungkapnya.
Selain karies, Pedodontis juga menangani trauma gigi akibat benturan, maloklusi atau susunan gigi yang tidak rapi, serta masalah kebiasaan buruk seperti mengisap jari atau menggigit benda keras. Semua itu dapat memengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi.
“Kami juga sering menangani kasus anak yang takut ke dokter gigi, jadi pendekatan psikologis sangat penting,” tambahnya.
Perbedaan paling mendasar antara perawatan gigi anak dan orang dewasa, menurut drg. Olivia, terletak pada teknik, bahan, dan pendekatan komunikasi yang digunakan. Dokter gigi anak harus memiliki kesabaran dan kemampuan membangun rasa aman pada pasien kecil.
“Kami berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak tidak trauma dan mau kembali periksa gigi secara rutin,” ucapnya.
drg. Olivia juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam menjaga kesehatan gigi anak. Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan saat gigi pertama muncul atau paling lambat usia satu tahun. Edukasi mengenai cara menyikat gigi yang benar dan pembatasan konsumsi gula menjadi langkah awal yang efektif.
“Pencegahan jauh lebih mudah dan murah dibandingkan pengobatan,” katanya.
Dengan adanya spesialis kedokteran gigi anak di RSUD dr. H Jusuf SK, diharapkan masyarakat semakin sadar pentingnya pemeriksaan gigi sejak dini. “Kesehatan gigi anak bukan sekadar soal estetika, tapi juga berpengaruh terhadap nutrisi, bicara, dan kepercayaan diri anak di masa tumbuh kembangnya,” tutupnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina







