benuanta.co.id, TARAKAN – Menjaga berat badan ideal bukan sekadar persoalan penampilan, tetapi juga menyangkut kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Dokter Spesialis Gizi RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan, dr. Husnul Khatimah, Sp.GK, menjelaskan pengukuran berat badan ideal dan penentuan obesitas harus dilakukan dengan metode yang tepat agar tidak menimbulkan kesalahan diagnosis. Menurutnya, cara paling sederhana untuk mengetahui apakah seseorang memiliki berat badan ideal adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumusnya, berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) kuadrat.
“Misalnya berat badan 50 kg dan tinggi badan 1,5 meter, maka 50 dibagi 1,5 lalu dibagi lagi 1,5. Itulah hasil IMT-nya,” jelasnya, Ahad (5/10/2025).
Lebih lanjut, dr. Husnul menjelaskan standar IMT di Indonesia mengikuti acuan Asia Pasifik, bukan WHO, karena perbedaan struktur tubuh masyarakat Asia. Berdasarkan standar tersebut, seseorang dengan IMT di bawah 18,5 tergolong underweight (kurus), 18,5–22,9 tergolong normal, 23–24,9 masuk kategori overweight, sedangkan IMT 25–29,9 disebut obesitas tingkat satu, dan di atas atau sama dengan 30 masuk kategori obesitas tingkat dua.
“Kalau di atas 25 sudah bisa dikatakan obesitas menurut standar Asia Pasifik,” katanya.
Namun, ia menekankan metode IMT kadang bisa menimbulkan kesalahan pada orang dengan massa otot tinggi, seperti atlet atau individu yang rutin berolahraga. Dalam kasus seperti itu, pengukuran tambahan diperlukan, misalnya dengan lingkar pinggang. “Kalau lingkar pinggang laki-laki lebih dari 90 cm dan perempuan lebih dari 80 cm, itu sudah termasuk obesitas sentral,” imbuhnya.
Selain IMT dan lingkar pinggang, dokter juga menggunakan alat Bio Impedance Analysis (BIA) untuk menilai komposisi tubuh secara lebih akurat. Alat ini dapat mengukur persentase lemak, otot, dan air dalam tubuh. “Melalui BIA, kita bisa tahu apakah berat badan berlebih disebabkan oleh lemak atau massa otot. Ini penting untuk menentukan jenis diet atau terapi yang sesuai,” terangnya.
dr. Husnul menegaskan kelebihan berat badan tidak hanya berdampak pada penampilan, tetapi juga meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis. “Kalau berat badan berlebih, otomatis beban tubuh meningkat, dan itu bisa memicu penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, hingga stroke,” ujarnya.
Menurutnya, kelebihan karbohidrat dapat meningkatkan kadar gula darah, sementara kelebihan lemak dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang berujung pada serangan jantung dan stroke. Selain itu, obesitas juga dapat memicu gangguan muskuloskeletal seperti nyeri lutut, pinggang, dan bahkan gangguan tidur akibat berat badan yang menekan organ tubuh.
“Kalau berat badan berlebih, sendi dan otot akan terbebani. Lama-lama bisa menyebabkan gangguan gerak, bahkan tulang lutut cepat aus,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan obesitas jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup karena tubuh menjadi mudah lelah dan tidak bugar. Lebih jauh, dr. Husnul menyebutkan obesitas kini menjadi masalah global. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,9 miliar penduduk dewasa di dunia mengalami berat badan berlebih, dan sekitar 690 juta di antaranya tergolong obesitas.
“Kasus obesitas terus meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1975, dan di Indonesia sendiri pembiayaan untuk penanganan obesitas sudah mencapai ratusan triliun rupiah,” lanjutnya.
Ia juga menyoroti obesitas tak hanya meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes, tetapi juga beberapa jenis kanker, seperti kanker usus besar (kolorektal), hati, pankreas, payudara, dan endometrium. “Kurangnya asupan serat membuat makanan lebih lama di usus besar, sehingga menimbulkan toksin dan bisa menyebabkan kanker,” bebernya.
Sebagai penutup, dr. Husnul mengimbau masyarakat untuk menjaga keseimbangan antara pola makan dan aktivitas fisik agar berat badan tetap ideal. Ia menekankan pentingnya mengikuti pedoman Isi Piringku untuk mengatur porsi makan, dengan komposisi karbohidrat, protein, dan sayur yang seimbang. “Makan boleh, tapi harus tahu jenis dan porsinya. Jangan berlebihan, jangan juga kurang,” pesannya.
Menurutnya, menjaga berat badan ideal bukan sekadar mengatur diet, tetapi juga mengubah pola hidup. dr. Husnul menegaskan, dengan menjaga pola makan dan aktivitas secara seimbang sejak dini, masyarakat dapat terhindar dari obesitas dan berbagai penyakit kronis di kemudian hari.
“Harus disiplin dan konsisten. Olahraga ringan seperti jalan kaki 30–45 menit lima kali seminggu pun sudah cukup asal rutin,” tandasnya. (adv)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Ramli







