Kasus Mesum di Cagar Budaya Tarakan, Dispar Akui Tak Bisa Awasi 24 Jam

benuanta.co.id, TARAKAN – Kasus viral pelajar yang berbuat mesum di kawasan situs cagar budaya Tarakan menyita perhatian publik. Ironisnya, di lokasi bersejarah itu juga ditemukan alat kontrasepsi yang diduga digunakan pengunjung, sehingga memunculkan sorotan terhadap lemahnya pengawasan.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Tarakan, Abdul Salam, tidak menampik peristiwa itu terjadi akibat keterbatasan penjagaan. Dari total 74 titik bersejarah yang sudah diinventarisasi, belum ada satu pun yang diawasi penuh selama 24 jam.

Menurutnya, juru pelihara (jupel) yang ditempatkan lebih difokuskan pada urusan kebersihan dan pemeliharaan. Pengawasan terhadap aktivitas pengunjung baru berjalan sekitar 20–40 persen dalam sehari, sehingga banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan negatif.

Baca Juga :  Polres Tarakan Bakal Gelar Apel Kesiapan Pengamanan Nataru

“Kami memang belum bisa menjaga intensif, masih sebatas pemeliharaan. Kalau ada aktivitas yang mengarah negatif, tentu itu bukan harapan kita,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).

Ia menjelaskan, saat jam-jam tertentu seperti istirahat siang, lokasi bahkan bisa saja kosong karena petugas pulang ke rumah. Kondisi inilah yang memberi peluang terjadinya penyalahgunaan situs bersejarah.

Saat ini pihaknya menugaskan sembilan juru pelihara, lima di antaranya berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Mereka disebar di beberapa lokasi, seperti Bandara Lama, Perabuhan Jepang, hingga kawasan Mamburungan. Namun jumlah itu belum mencukupi.

Baca Juga :  Belum Ada Kepastian UMK 2026, Disnaker Tarakan Fokus Siapkan Data Pendukung

“Di Mamburungan saja arealnya enam hektare, sementara petugas hanya dua orang,” tambahnya.

Pasca kejadian viral tersebut, pihaknya langsung melakukan briefing ulang kepada seluruh juru pelihara agar meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas pengunjung. Ke depan, pola kerja akan diperbaiki dengan sistem piket, sehingga tidak ada jam kosong.

“Minimal satu hingga dua jam sekali petugas harus berkeliling mengecek area,” jelasnya.

Ia juga menilai perlunya aturan lebih tegas di lapangan. Saat ini papan larangan yang terpasang hanya sebatas peringatan agar tidak merusak situs, belum ada aturan khusus yang melarang berbuat tidak senonoh di kawasan tersebut.

Baca Juga :  Polres Tarakan Musnahkan 3 Kg Lebih Narkotika, Pengembangan Mengarah ke Jaringan Lintas Daerah

“Kalau merusak, sanksinya jelas diatur undang-undang. Tapi untuk aktivitas negatif lain, memang belum kami pasangi larangan,” ucapnya.

Sebagai langkah antisipasi, ia kembali menekankan aturan lama, pelajar berseragam dilarang masuk kawasan cagar budaya kecuali dalam kunjungan resmi yang dikoordinasikan sekolah. Hal ini untuk memastikan kunjungan benar-benar bertujuan pendidikan.

Ia menegaskan pengawasan ketat bukan hanya untuk menjaga fisik bangunan agar tidak rusak, tetapi juga mencegah peristiwa serupa kembali terjadi. “Kami akan evaluasi tata kelola agar situs tetap aman, terjaga, dan bisa dimanfaatkan sebagai ruang belajar sejarah,” pungkasnya. (*)

Reporter: Sunny Celine

Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *