‎Tarakan Dapat Predikat KLA Madya, Sejalankah dengan Realita?

benuanta.co.id, TARAKAN – Kota Tarakan tahun ini naik dari predikat Kota Layak Anak (KLA) Kategori Pratama menjadi Kategori Madya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI.

‎Hal ini tampaknya masih ambigu jika menelisik kembali realita yang terjadi di lapangan.

‎Pekerja Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos PM) Tarakan, Alghi Fari Smith, S.ST., menyebut pencapaian ini merupakan hasil kerja sama banyak pihak. Namun ia menegaskan predikat Madya bukan tujuan akhir.

‎“Sebelumnya kita dua kali berada di Pratama. Naik ke Madya artinya ada kemajuan, tapi kita harus berusaha lagi agar bisa sampai ke Nindya atau bahkan Utama,” ujarnya, Senin (11/8/2025).

‎Fari yang juga merupakan bagian dari Sahabat Saksi dan Korban (SSK) LPSK RI menyoroti tantangan besar dalam memutus rantai kekerasan terhadap anak.

Baca Juga :  Tinggalkan Ponsel di Semak-semak, Cara Cerdik Pelaku Narkotika Kelabui Polisi

‎Ia menegaskan segala bentuk kekerasan harus dihentikan dan hal ini membutuhkan keterlibatan semua pihak. Sebagai bagian dari upaya tersebut, ia mengajak masyarakat berani melapor jika melihat, mendengar, atau mengalami kekerasan terhadap anak.

‎“Hubungi 081220596432 untuk mendapatkan pendampingan. SSK LPSK RI siap menjadi mitra strategis pemerintah dan masyarakat,” tukasnya.

‎Berdasarkan hasil wawancara benuanta.co.id bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tarakan pada peringatan Hari Anti Pekerja Anak Dunia, 12 Juni 2025 lalu, mengungkapkan praktik pekerja anak masih ditemukan.

‎Kepala BPS Kota Tarakan, Umar Riyadi, S.ST, M.Si., mengatakan, berdasarkan data BPS yang bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2024 menunjukkan, 3,38 persen penduduk usia 10–17 tahun di Tarakan merupakan pekerja anak.

Baca Juga :  Hakim Kabulkan Permohonan Tahanan Luar Juliet Kristianto Liu, Tuai Pujian Netizen

‎Definisi pekerja anak ini merujuk pada konsep Sustainable Development Goals (SDGs), yakni keterlibatan anak dalam kegiatan ekonomi yang merugikan kesehatan, pendidikan, dan perkembangan mereka.

‎“Yang kami maksud bukan sekadar anak yang bekerja membantu, tetapi yang terlibat aktif dalam kerja produktif berisiko,” jelasnya.

‎Sektor pertanian menjadi tempat terbanyak anak bekerja, yakni 39,06 persen dari total pekerja anak. Subsektor perikanan, seperti komoditas rumput laut, termasuk yang banyak menyerap tenaga kerja anak.

‎Setelah itu, sektor jasa menyumbang 38,71 persen, diikuti sektor industri sebesar 22,23 persen, terutama pada kegiatan ringan seperti pengemasan atau pekerjaan rumah produksi.

Baca Juga :  Jalani Hak Integrasi, Belasan Warga Binaan Lapas Tarakan Kembali ke Masyarakat

‎“Walau terlihat sederhana, pekerjaan di sektor ini juga menuntut jam kerja panjang dan bisa mengganggu pendidikan anak, sehingga perlu diperhatikan harmonisasi antara keduanya,” tuntasnya.

‎Di lapangan, fenomena anak-anak yang masih berjualan di jalanan, baik siang maupun malam hari, menjadi pengingat predikat KLA Madya belum sepenuhnya sejalan dengan kenyataan.

‎Pencapaian ini seharusnya menjadi pemicu untuk memperkuat langkah konkret dalam memastikan setiap anak mendapatkan haknya untuk tumbuh, belajar dan bermain dalam lingkungan yang aman. (*)

‎Reporter: Eko Saputra

‎Editor: Endah Agustina 

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *