benuanta.co.id, TARAKAN – Pengamat Hukum Tatat Negara menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah akan membawa perubahan besar dalam siklus pemerintahan Indonesia.
Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal mulai tahun 2029. Ketentuan ini tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan diucapkan pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Terkait hal tersebut, pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Rektor Universitas Borneo Tarakan, Yahya Ahmad Zein menyebut hal ini sebagai momentum penguatan otonomi daerah. Menurutnya, pemisahan pemilu akan mengubah jadwal dan siklus pemerintahan yang selama ini dilaksanakan secara serentak antara pusat dan daerah.
Dengan jadwal pemilu yang berbeda, masa jabatan kepala daerah dan DPRD tak lagi bersamaan dengan presiden dan DPR RI. Menurut Yahya, hal ini membuka ruang agar kepala daerah bisa lebih fokus dalam pembangunan tanpa intervensi atau dinamika politik tingkat pusat.
“Selama ini kepala daerah cenderung terbawa arus politik nasional karena keterkaitan dengan partai. Tapi dengan pemisahan ini, mereka bisa lebih mandiri secara politik,” ujarnya, Selasa (1/7/2025).
Ia juga menilai pemisahan ini dapat meningkatkan fokus pemilih terhadap isu-isu dan kandidat di tiap level, karena masyarakat tidak lagi dibebani banyak pilihan dalam satu waktu.
“Pemilih akan lebih bisa membedakan isu pusat dan daerah sehingga kualitas demokrasi bisa meningkat,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Ramli