benuanta.co.id, TARAKAN – Sebanyak 30 kasus baru HIV terdata di Kota Tarakan hingga Mei 2025. Jumlah ini menunjukkan bahwa ancaman penularan HIV masih nyata, sehingga deteksi dini dan pencegahan tetap menjadi prioritas utama.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Tarakan menegaskan upaya screening secara aktif akan terus dilakukan menyasar kelompok berisiko.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tarakan, Irwan Yuwanda membeberkan temuan kasus berkaitan erat dengan seberapa aktif kegiatan penelusuran dan pemeriksaan dilakukan di lapangan.
“Data sampai Mei tahun ini sudah ada 30 temuan kasus baru,” ujarnya kepada benuanta.co.id, Rabu (25/6/2025).
Irwan menjelaskan kasus HIV di Tarakan memang cenderung fluktuatif setiap tahunnya. “Kalau HIV ini kita cenderung aktif lakukan screening. Dari sini kasus HIV cenderung naik turun tapi kalau tiap tahun pasti ada,” jelasnya.
Berdasarkan data Dinkes Tarakan, jumlah kasus HIV pada 2020 sebanyak 58 kasus. Angka ini sempat turun menjadi 50 kasus pada 2021. Namun, peningkatan kembali terjadi pada 2022 dengan 69 kasus, dan melonjak tajam menjadi 108 kasus di tahun 2023. Kenaikan berlanjut pada 2024 dengan jumlah 118 kasus.
Peningkatan terbesar ditemukan berasal dari kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL). Kelompok ini, bersama waria, pekerja seks komersial, pengguna jarum suntik, dan ibu hamil, menjadi fokus utama dalam program penanggulangan HIV di Tarakan.
“Dari hasil screening, kelompok LSL paling banyak ditemukan reaktif HIV-nya tahun lalu,” terangnya.
Meski demikian, Irwan menekankan pendataan kasus kematian akibat HIV masih menjadi tantangan tersendiri. “Kami cukup susah mendeteksi apakah pasien meninggal karena HIV atau karena penyakit lain, karena HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh. Kalau pasien tidak rutin minum obat, bisa saja meninggal karena infeksi lainnya,” ungkapnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah masih kuatnya stigma negatif di masyarakat terhadap pengidap HIV. “Kadang-kadang kalau ada yang meninggal, kita sulit mendapat laporan pastinya karena keluarga tidak mau terbuka. Mereka takut akan stigma bahwa keluarganya meninggal karena HIV,” bebernya.
Sebagai langkah penanggulangan, Dinkes Tarakan aktif menyelenggarakan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar lebih memahami cara penularan HIV. “Kami edukasi masyarakat agar tahu HIV tidak menular lewat bersalaman atau tinggal serumah. Masih banyak yang salah paham,” tegasnya.
Selain edukasi, pemeriksaan dilakukan langsung ke lokasi-lokasi yang dinilai berisiko tinggi. Upaya ini dilakukan karena kelompok-kelompok berisiko seringkali enggan memeriksakan diri secara sukarela akibat rasa malu dan takut dikucilkan.
“Kami skrining ke tempat hiburan malam, panti pijat, karaoke, dan juga ibu hamil di Puskesmas,” tuturnya.
Dari sisi pengobatan, Dinkes memastikan seluruh Puskesmas dan rumah sakit di Tarakan menyediakan layanan pemeriksaan dan terapi antiretroviral (ARV) secara gratis.
“Semua faskes di Tarakan sudah bisa melakukan pemeriksaan dan pengobatan HIV. Kami buka akses seluas-luasnya dan semuanya gratis,” tuntasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina