benuanta.co.id, BULUNGAN – Menindaklanjuti hasil hearing yang telah dilaksanakan pada 21 Mei 2025 tentang penyelesaian masalah pembebasan lahan dan rumah warga di Kecamatan Bunyu yang sepenuhnya belum selesai akibat dampak kegiatan operasional EP Pertamina Bunyu.
DPRD Bulungan dan Pemkab Bulungan ke lokasi pada Jumat 13 Juni 2025, untuk memantau perkembangan ganti untung kepada masyarakat yang jumlahnya 54 kepala keluarga (KK). Dimana rinciannya 32 KK sudah menerima dan sisanya 22 KK belum.
“Kunjungan lapangan yang dilakukan oleh Tim Terpadu DPRD Kabupaten Bulungan ke Pulau Bunyu merupakan bentuk komitmen legislatif dalam merespons secara langsung keluhan masyarakat terkait persoalan pembebasan lahan dan dampak aktivitas industri migas di Bunyu,” ucap Ketua DPRD Bulungan, Riyanto.
Kata dia, tim terpadu bersama perwakilan Pemkab Bulungan, Pemerintah Kecamatan Bunyu dan tim lainnya turun ke Desa Bunyu Barat dan Desa Bunyu Selatan untuk menggali informasi secara langsung di lapangan mengenai keluhan warga yang merasa terdampak oleh aktivitas operasional PT Pertamina EP Bunyu.
“Keluhan yang terdampak baik dari sisi fisik maupun sosial-ekonomi masyarakat,” bebernya.
Riyanto menjelaskan kunjungannya ke Desa Bunyu Barat, warga menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka terkait lahan yang telah termasuk dalam wilayah operasional PT Pertamina.
“Warga meminta kejelasan status hukum lahan mereka serta kompensasi yang layak atas penggunaan atau pengambilalihan lahan tersebut,” tuturnya.
Beberapa warga juga mengungkapkan bahwa mereka belum pernah dilibatkan dalam proses musyawarah ataupun negosiasi terkait pembebasan lahan, yang menimbulkan rasa ketidakadilan dan keresahan sosial di tengah masyarakat.
“Tim DPRD bersama pihak terkait turun langsung untuk memverifikasi klaim warga dan memetakan wilayah yang dimaksud, sebagai langkah awal untuk merumuskan rekomendasi dan penyelesaian yang adil bagi semua pihak,” terangnya.
Selanjutnya di Desa Bunyu Selatan, warga menyampaikan lebih fokus terkait dampak lingkungan khususnya kebisingan akibat proses pengeboran sumur minyak yang dilakukan PT Pertamina.
“Warga mengaku terganggu oleh suara bising yang terjadi hampir setiap hari, terutama pada malam hari, yang mengganggu kenyamanan dan waktu istirahat mereka,” ujarnya.
Dirinya pun menekankan pentingnya analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang dilakukan secara transparan dan komprehensif, serta mendesak perusahaan untuk melakukan evaluasi operasional.
“Juga soal mitigasi gangguan, termasuk kemungkinan adanya pengaturan jam operasional pengeboran,” katanya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Jamal mengata terdapat sekitar 54 KK di Desa Bunyu Barat dan Desa Bunyu Selatan yang terdampak aktifitas kilang minyak.
“Pada peninjauan di wilayah Desa Bunyu Barat, diketahui dari 54 KK terdapat 21 KK yang masalah ganti rugi pembebasan lahan belum terselesaikan. Ditambah 1 bangunan Posyandu milik Pemerintah Desa Bunyu Barat turut terdampak,” paparnya.
Sementara itu, dari Desa Bunyu Selatan, warga masyarakat juga terdampak kebisingan area sumur bor PT Pertamina EP. Dalam pertemuan bersama PT Pertamina EP Bunyu yang turut dihadiri Camat Bunyu, Forkopimcam, para ketua RT serta Badan Pertanahan disampaikan nilai ganti rugi pembebasan lahan dinilai belum sesuai.
“Begitu pula dengan bangunan Posyandu yang diminta masyarakat untuk direlokasi. DPRD bersama Pemkab disini bertindak sebagai fasilitator untuk menyelesaikan permasalahan antara masyarakat dan pihak perusahaan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Ramli