benuanta.co.id, BULUNGAN – Adanya keluhan masyakarat Pulau Bunyu, kabupaten Bulungan atas persoalan pembebasan lahan dan dampak aktivitas dari industri migas di wilayah tersebut, mendapat respon cepat dari Ketua DPRD Bulungan untuk bertemu dengan masyakarat.
Ketua DPRD Bulungan Riyanto, mengatakan, tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk menggali informasi secara langsung di lapangan mengenai keluhan warga yang merasa terdampak oleh aktivitas operasional PT Pertamina EP Bunyu, baik dari sisi fisik maupun sosial-ekonomi.
Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Desa Bunyu Barat. Di desa ini, kata Riyanto, warga menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka terkait lahan yang telah termasuk dalam wilayah operasional PT Pertamina. Warga meminta kejelasan status hukum lahan mereka serta kompensasi yang layak atas penggunaan atau pengambilalihan lahan tersebut.
“Beberapa warga juga mengungkapkan bahwa mereka belum pernah dilibatkan dalam proses musyawarah ataupun negosiasi terkait pembebasan lahan, yang menimbulkan rasa ketidakadilan dan keresahan sosial di tengah masyarakat. Tim DPRD bersama pihak terkait turun langsung untuk memverifikasi klaim warga dan memetakan wilayah yang dimaksud, sebagai langkah awal untuk merumuskan rekomendasi dan penyelesaian yang adil bagi semua pihak,” ucapnya, Ahad (15/6/2025).
Sementara itu, di lokasi kedua kunjungan adalah Desa Bunyu Selatan, di mana keluhan masyarakat lebih berfokus pada dampak lingkungan, khususnya kebisingan akibat proses pengeboran sumur minyak yang dilakukan PT Pertamina. Warga mengaku terganggu oleh suara bising yang terjadi hampir setiap hari, terutama pada malam hari, yang mengganggu kenyamanan dan waktu istirahat mereka.
Bahkan, beberapa warga menyebutkan adanya gangguan kesehatan dan gangguan tidur, yang diduga kuat disebabkan oleh kebisingan tersebut.
“Dalam pertemuan dialogis di lokasi, DPRD menekankan pentingnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dilakukan secara transparan dan komprehensif, serta mendesak perusahaan untuk melakukan evaluasi operasional dan mitigasi gangguan, termasuk kemungkinan adanya pengaturan jam operasional pengeboran,” jelasnya.
Kunjungan ini, lanjut Riyanto, menjadi forum terbuka antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak perusahaan untuk saling menyampaikan harapan, kendala, serta mencari solusi bersama secara musyawarah.
“Kehadiran pihak legislatif di lapangan bukan semata untuk meninjau, namun sebagai bentuk nyata keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat yang selama ini merasa dirugikan oleh aktivitas industri yang tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungan,” tutur Riyanto.
Bahkan Riyanto menegaskan, DPRD akan menindaklanjuti temuan dan masukan dari warga dengan membentuk tim khusus yang melibatkan instansi teknis untuk menyusun rekomendasi resmi kepada pemerintah daerah dan pihak Pertamina.
Kegiatan ini diharapkan mampu membuka jalan bagi penyelesaian konflik lahan secara adil dan berkelanjutan, serta mendorong PT Pertamina EP Bunyu agar lebih responsif terhadap aspirasi warga lokal. Sebab, keberadaan perusahaan negara ini sejatinya harus membawa manfaat maksimal bagi masyarakat sekitar, bukan justru menimbulkan persoalan sosial yang berlarut-larut. (*)
Reporter: Ikke
Editor: Yogi Wibawa