benuanta.co.id, TARAKAN – Terungkapnya sindikat pencetak SIM palsu di Kota Tarakan memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat ihwal masih adanya masyarakat yang memilih membuat surat izin tersebut secara ilegal.
Kasi Humas Polres Tarakan, Ipda Anita Susanti Kalam, S.Sos, menjelaskan, motif utama para pemesan SIM palsu ini ternyata berkaitan erat dengan keinginan memperoleh pekerjaan secara cepat, tanpa harus melalui prosedur resmi yang berjenjang. Apalagi jenis SIM yang paling banyak dipalsukan adalah SIM B2 Umum.
“Untuk SIM yang mereka buat dan dipalsukan ini rata-rata adalah SIM B2 Umum, yang mana dibutuhkan sebagai syarat bekerja, khususnya untuk pengemudi Maxim,” ungkapnya, Raby (11/6/2025).
Menurut Anita, proses resmi untuk mendapatkan SIM B2 Umum tidaklah instan. Seorang pemohon harus terlebih dahulu memiliki SIM A minimal selama satu tahun, sebelum bisa ditingkatkan ke SIM B1, dan kemudian ke SIM B2 atau B2 Umum.
“Mereka mungkin tidak mau melewati proses yang seharusnya, jadi langsung lompat ke B2 Umum. Ini yang membuat mereka terjerumus ke pembuatan SIM palsu,” jelasnya.
Proses berjenjang itu memang menjadi syarat mutlak dalam sistem kepemilikan SIM profesional di Indonesia. SIM B2 Umum diperuntukkan bagi pengemudi kendaraan berat atau komersial, sehingga pemiliknya harus memiliki pengalaman mengemudi terlebih dahulu dengan SIM A.
“Memang harus berjenjang. Tidak bisa langsung loncat, harus punya SIM A dulu selama setahun, baru bisa naik ke SIM B1, lalu B2,” tegasnya.
Selain soal proses yang panjang, faktor biaya pun ikut memengaruhi keputusan masyarakat. Anita menjelaskan biaya resmi pembuatan SIM sebenarnya terjangkau, yakni Rp120.000 untuk SIM B2 Umum.
“Untuk biaya resminya, PNBP-nya Rp120.000, ditambah uji simulator senilai Rp50.000. Tapi tetap harus melalui tahapan yang sah,” ujarnya.
Sayangnya, banyak masyarakat yang justru menghindari prosedur ini dan memilih cara instan meskipun ilegal. Menurut Anita, jalur pintas ini kerap dipilih karena dinilai lebih cepat dan langsung memenuhi syarat pekerjaan tertentu.
“Mungkin karena tekanan pekerjaan atau ingin cepat, mereka abaikan prosedur dan ambil jalan ilegal,” katanya.
Anita menegaskan Polres Tarakan sangat serius menangani kasus pemalsuan dokumen seperti ini, karena menyangkut keselamatan dan legalitas dalam berkendara. Apalagi, pemegang SIM palsu tidak melalui pelatihan dan uji kemampuan yang seharusnya.
“Ini bukan cuma soal administrasi, tapi juga keamanan di jalan raya. Pengemudi tanpa pelatihan bisa berbahaya,” pungkasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa