Pekerja Anak di Tarakan Masih jadi PR Pemerintah

benuanta.co.id, TARAKAN – Setiap tanggal 12 Juni, dunia memperingati World Day Against Child Labour atau Hari Anti Pekerja Anak. Peringatan ini bertujuan sebagai bentuk sosialisasi dan dukungan terhadap gerakan menentang pekerja anak di seluruh dunia.

Kepala BPS Kota Tarakan, Umar Riyadi, S.ST, M.Si., menjelaskan ini bukan sekadar seremoni tahunan, tapi ajakan untuk menatap kenyataan yang ada di sekitar kita. Meski seruan penghapusan pekerja anak terus digaungkan, data BPS Kota Tarakan yang bersumber dari data survei angkatan kerja nasional 2024, menunjukkan praktik tersebut masih terjadi. Tercatat 3,38 persen penduduk usia 10–17 tahun di Kota Tarakan merupakan pekerja anak.

Baca Juga :  Pedagang Sulit Diatur, Terminal Baru jadi Solusi Tata Ulang Dermaga Tengkayu I

“Angka ini kami susun berdasarkan definisi pekerja anak sesuai dengan konsep SDGs,” jelasnya kepada benuanta.co.id, Kamis (12/6/2025).

Definisi tersebut merujuk pada keterlibatan anak dalam kegiatan ekonomi yang merugikan kesehatan, pendidikan, dan perkembangan mereka.

“Yang kami maksud bukan sekadar anak yang bekerja membantu, tetapi yang terlibat aktif dalam kerja produktif berisiko,” ujarnya.

Lebih lanjut, data BPS menunjukkan sektor pertanian menjadi tempat terbanyak anak bekerja, yakni 39,06 persen dari total pekerja anak. Sektor ini banyak menyerap tenaga kerja anak terutama di subsektor perikanan, seperti pada komoditas rumput laut dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Perusahaan Wajib Rehabilitasi Lahan Usai Pembukaan, DLH Tarakan Pastikan Proses Diawasi Ketat

“Lebih dari sepertiga pekerja anak di Tarakan ada di pertanian,” katanya.

Setelah pertanian, sektor jasa menjadi lapangan usaha terbesar kedua dengan 38,71 persen. Sementara itu, 22,23 persen pekerja anak bekerja di sektor industri, terutama pada kegiatan ringan seperti pengemasan atau pekerjaan rumah produksi.

“Walau terlihat sederhana, pekerjaan di sektor ini juga menuntut jam kerja panjang dan bisa mengganggu pendidikan anak, sehingga perlu diperhatikan harmonisasi antara keduanya,” ujarnya.

Baca Juga :  Disdukcapil Tarakan Tekankan Pentingnya Update Status Perkawinan di Kartu Keluarga

Ketimpangan ini memperlihatkan peringatan Hari Anti Pekerja Anak harus dijadikan momentum evaluasi.

“Data ini cermin kita bersama. Bukan hanya peringatan seremonial, tapi juga esensinya harus menjadi perhatian,” tuturnya

Umar menekankan pemberantasan pekerja anak membutuhkan kolaborasi lintas sektor. “Perlu sinergi antara dunia pendidikan, sektor ekonomi, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pekerja anak,” pungkasnya. (*)

Reporter: Eko Saputra

Editor: Yogi Wibawa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *