benuanta.co.id, NUNUKAN — Permasalahan yang dihadapi Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak hanya terbatas pada aspek legalitas keberangkatan, namun juga menyentuh isu yang lebih mendasar. Seperti rendahnya literasi keuangan dan minimnya pemahaman terhadap sistem transaksi resmi lintas negara.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Utara, Hasiando Ginsar Manik, dalam kegiatan sosialisasi edukasi keuangan bagi calon dan purna pekerja migran Indonesia di Kabupaten Nunukan.
“Bank Indonesia memiliki peran penting dalam memberikan edukasi mengenai cara mentransfer uang secara legal, termasuk pemanfaatan QRIS border yang kini sudah terintegrasi antara sistem perbankan di Malaysia dan Indonesia,” kata Hasiando, Rabu (4/6/2025).
QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) border ini diharapkan dapat menjadi solusi praktis dan aman bagi para pekerja migran yang ingin mengirim uang ke tanah air. Dengan sistem ini, PMI tidak perlu lagi menggunakan jasa informal atau rentan terhadap penipuan dan potongan biaya tinggi.
Tak hanya fokus pada transaksi lintas negara, BI juga menyoroti pentingnya penguatan kedaulatan mata uang Rupiah di wilayah perbatasan. Hasiando menekankan, penggunaan Rupiah merupakan bentuk kecintaan terhadap mata uang nasional, sekaligus penopang stabilitas ekonomi lokal.
“Sering kali saat nilai tukar Rupiah melemah, kepercayaan masyarakat juga ikut goyah. Padahal, semangat mencintai dan menggunakan Rupiah harus tetap dijaga. Terutama di wilayah perbatasan seperti Nunukan, masih banyak ditemukan transaksi menggunakan Ringgit Malaysia. Ini menjadi tantangan besar bagi kami,” jelasnya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan di daerah perbatasan untuk ikut serta dalam gerakan nasional cinta Rupiah, agar tidak terjadi dominasi mata uang asing di wilayah kedaulatan Indonesia.
Selain penggunaan alat transaksi legal dan penguatan mata uang nasional, edukasi tentang ciri-ciri keaslian uang juga menjadi fokus dalam kegiatan BI. Masyarakat Nunukan, termasuk para pekerja migran dan keluarga mereka, diimbau untuk memahami dan mengenali uang asli guna menghindari peredaran uang palsu.
“Literasi keuangan itu bukan hanya soal menabung atau investasi, tapi juga soal tahu bagaimana bertransaksi dengan benar, aman, dan sesuai aturan. Termasuk mengenali uang palsu agar tidak tertipu,” pungkas Hasiando.
Dengan berbagai inisiatif ini, Bank Indonesia berharap masyarakat perbatasan, khususnya para PMI dan keluarganya, dapat lebih berdaya secara ekonomi dan sadar akan pentingnya transaksi legal dan nasionalisme dalam penggunaan mata uang. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Endah Agustina