benuanta.co.id, Bulungan – Masyarakat yang tergabung dalam Kolaborasi Rakyat Kecil Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan aksi damai bertepatan dengan Hari Lahir (Harlah) Pancasila yang jatuh pada 1 Juni, yang terpusat di Tugu Cinta Damai.
Kolaborasi Rakyat Kecil Kaltara melakukan petisi agar pemerintah daerah melakukan beberapa upaya perbaikan dan dapat menguntungkan masyarakat.
Koordinator Lapangan (Korlap) Kolaborasi Rakyat Kecil Kaltara, Joko Supriadi mengatakan dalam petisi itu banyak masyarakat kecil yang haknya terabaikan terutama soal tanah yang banyak diambil alih perusahaan.
“Perusahan yang sudah ambil sertifikat aslinya warga dan harus dibayar sesuai janjinya. Mengusut tuntas perusahaan yang menggarap lahan warga yang belum di bayar,” ucap Joko dalam orasinya.
Pihaknya meminta penjelasan tentang lahan permukiman atau rumah warga yang tidak bisa di sertifikatkan di Desa Menjelutung Kecamatan Sesayap Hilir Kabupaten Tana Tidung (KTT).
“Menolak segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya,” tuturnya.
Mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk hadir secara aktif dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayah Kaltara dan sekitarnya. Menuntut kepastian hukum dan percepatan penerbitan sertifikat atas tanah-tanah yang telah lama ditempati masyarakat secara turun-temurun.
“Meminta pendirian pos pengaduan rakyat di setiap kecamatan untuk menampung keluhan terkait konflik tanah, lingkungan dan ketenagakerjaan,” terang Joko.
“Menolak praktik mafia tanah dan oknum aparat yang terlibat dalam penguasaan lahan secara ilegal,” ujarnya menambahkan.
Lalu, masalah tenaga kerja dirinya masih melihat ada perusahaan tidak melibatkan masyarakat lokal. Selanjutnya terkait soal adat dan sumber daya alam yang masih banyak di langgar. Mengutamakan budaya lokal atau peguyuban lokal.
“Meminta transparansi dan audit independen atas izin-izin perusahaan yang beroperasi di wilayah adat dan lahan masyarakat. Memastikan prioritas penerimaan tenaga kerja lokal oleh perusahaan yang beroperasi di wilayah Kaltara,” ungkapnya.
Menuntut perlindungan terhadap kawasan hutan dan pesisir yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat dan nelayan lokal. Meminta penguatan peran masyarakat adat dan tokoh lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan dan investasi di wilayahnya.
“Cabut status lahan HGB PT. KIPI yang dalam sengketa di Mangkupadi. Penetapan harga TBS dua kali sebulan sesuai Permentan Nomor 13 Tahun 2024 untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan,” bebernya.
Joko meminta untuk tindakan tegas terhadap pabrik yang melakukan pemotongan grading lebih dari 2 persen untuk melindungi hak petani bermitra dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Sementara itu, Ketua Adat Kesultanan Bulungan, Datu Buyung Perkasa dalam petisi itu menolak kehadiran GRIB Jaya di Kaltara secara umum dan secara khusus di Kabupaten Bulungan.
“GRIB sampai saat ini di Pulau Jawa tidak sesuai dengan adat-adat di Pulau Kalimantan. Saya mengecam kalau ada ormas GRIB Jaya masuk ke Kalimantan,” paparnya
Datu Buyung juga meminta dalam petisi itu menuntut semua perguruan tinggi di Kaltara untuk prioritaskan anak-anak lokal dalam penerimaan mahasiswa baru tahun 2025. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Yogi Wibawa
Editor: Yogi Wibawa