benuanta.co.id, TARAKAN – Dugaan perkara penggelapan uang nasabah Bankaltimtara di Tanjung Selor, Bulungan terus bergulir di meja hijau. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bulungan telah menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa dengan pidana 3 tahun penjara.
Kuasa hukum Siti Latipah, Syahrudin, SH dan Hendrawan mengklaim kliennya tidak bersalah dalam perkara ini. Adapun saat ini, sidang akan dilanjutan dengan agenda pembelaan terdakwa.
“Objek dari kasus ini adalah terkait dana sebesar Rp 250 juta yang dituduhkan kepada klien kami. Seolah-olah klien kami ini menggelapkan uang tersebut,” ujarnya, Jumat (16/5/2025).
Berdasarkan keterangan pelapor dalam hal ini Jaleha, uang tersebut bukan untuk dipinjamkan tetapi disetorkan ke bank. Dengan alasan Jaleha buta huruf dan kliennya dituduhkan menyimpan buku tabungannya bertahun-tahun.
Menurutnya, dengan buku yang disimpan selama bertahun-tahun maka terdakwa tidak dapat melakukan pencairan, karena saat itu Siti Latipah bertugas melayani nasabah dan mengawasi teller di Bankaltimtara.
“Artinya yang mengawasi teller-teller ini, sesuai SOP Bankaltimtara melalui saudara saksi Eka yang saat ini masih bekerja di Bankaltimtara, siapapun tidak boleh penarikan, harus nasabah sendiri dengan membawa KTP dan tandatangan langsung, kecuali pakai surat kuasa dan tidak boleh bertandatangan di slip kosong,” jelasnya.
Ia menjelaskan, yang diperkarakan dalam pengadilan adalah uang Rp 250 juta. Menurutnya, sebelum nominal itu, Jaleha sudah berkali-kali meminjamkan uang ke Siti Latipah. Terdapat pula kuitansi pembayaran cicilan hutang dari Siti Latipah ke Jaleha. Namun, Jaleha memilih tidak mengakui kuitansi itu.
“Dan rinciannya itu ada dan kami sudah ajukan sebagai alat bukti di pengadilan dan sudah dibuktikan,” terangnya.
Dalam kuitansi itu juga disebut-sebut terdapat tandatangan Jaleha. Saat masih bergulir di penyidikan, Polda Kaltara mengajukan uji labfor ke Polda Jatim. Namun, kuitansi itu dikembalikan lagi ke tangan penyidik.
“Karena Polda Kaltara itu tidak bisa memberikan tandatangan asli dari Jaleha makanya dikembalikan dan berkas itu ada di berkas perkara. Kalau asli atau tidak maka harus ada putusan dari pengadilan dulu terkait hukum pidananya,” terangnya.
Lanjutnya, dari Labfor Surabaya tidak ada tandatangan asli sebagai pembanding. Ia berpendapat kemungkinan tandatangan asli identik dengan yang ada di fotokopi KTP maupun kuitansi. Sehingga, Syahrudin akan menghadirkan itu di nota pembelaan.
“Kuitansi asli kan disita, kenapa tidak ditunjukkan di Labfor. Saat pledoi baru kita buka,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan ahli yang tidak dihadirkan di persidangan. Padahal, dalam berkas perkara kliennya terdapat keterangan ahli. Hal ini, menurutnya, tidak sesuai perundangan yang seharusnya keterangan saksi maupun ahli di persidangan dibawah sumpah.
“Jadi agak lucu, yang dipersoalkan Rp 250 juta kok tuduhannya merampok sekian miliar,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Endah Agustina