benuanta.co.id, NUNUKAN – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Nunukan dalam upaya memperkuat perlindungan anak dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), terutama di wilayah perbatasan yang rentan.
Dalam surat kunjungan resminya, KPAI menyoroti Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi dengan angka kasus TPPO tertinggi di Indonesia. Kabupaten Nunukan, yang terletak tepat di perbatasan dengan Malaysia, menjadi titik rawan utama dalam perlintasan perdagangan orang, termasuk anak-anak.
Fakta ini menjadi landasan penting diselenggarakannya rapat lintas sektor yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari aparat penegak hukum hingga dinas sosial dan perlindungan anak daerah.
Ketua KPAI, Maryati Solihah, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat Pemerintah Kabupaten Nunukan. Ia menekankan, komitmen semua pihak sangat penting untuk terus mengedepankan perlindungan anak Indonesia, khususnya mereka yang menjadi korban TPPO.
“Kehadiran bapak ibu sekalian menunjukkan komitmen nyata dalam memastikan anak-anak Indonesia mendapat perlindungan yang layak. Kami ingin mengajak seluruh pihak untuk menjadikan perlindungan anak sebagai prioritas bersama,” kata Maryati, Jumat (16/5/2025).
Maryati menjelaskan, KPAI menjalankan mandatnya dengan tujuh model perlindungan anak, termasuk mandat khusus pada penanganan kekerasan seksual yang diperkuat sejak tahun 2022.
Dalam konteks TPPO, ia menyoroti perlunya efektivitas kerja lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan memperkuat kolaborasi antara lembaga pemerintah dan masyarakat.
“Kabupaten Nunukan telah menjadi daerah transit bagi perdagangan orang, dan ini bukan hanya angka statistik ini menyangkut nasib anak-anak kita yang menjadi korban. Mari jadikan penderitaan mereka sebagai tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran Polri sebagai Ketua Harian dalam penegakan hukum TPPO. Maryati menyatakan, masih banyak pelaku yang mengambil keuntungan dari lemahnya pengawasan dan hukum di lapangan, termasuk para calo dan makelar yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang.
“Ini tantangan besar. Tapi dengan kolaborasi kuat, kita bisa menekan ruang gerak mereka dan memberikan harapan baru bagi para korban,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Nunukan, Faridah Aryani menyampaikan, sejumlah langkah konkret yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah. Saat ini, Kabupaten Nunukan telah memiliki dua peraturan daerah sebagai upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak.
“Kami telah memiliki Perda Nomor 17 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak serta Perda Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang,” ungkap Faridah.
Kedua peraturan daerah tersebut menjadi dasar hukum penting dalam menjalankan program-program perlindungan dan penanganan korban TPPO, termasuk pemulihan dan pendampingan psikologis anak-anak korban.
Rapat koordinasi ini diharapkan menjadi langkah awal yang lebih terarah dan sistematis dalam menangani persoalan TPPO di wilayah perbatasan.
Semua pihak yang hadir sepakat bahwa upaya perlindungan anak memerlukan keberlanjutan, sinergi, dan ketegasan hukum untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang yang terus mengintai generasi muda di daerah rawan seperti Nunukan. (*)
Reporter:Darmawan
Editor: Endah Agustina