benuanta.co.id, NUNUKAN – Perubahan batas negara antara Indonesia dan Malaysia yang telah disepakati dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada 18 Maret 2025 menimbulkan keresahan di kalangan warga, khususnya yang berada di wilayah Sebatik Utara, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Sekretaris Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Nunukan, Yance Tambaru, mengungkapkan bahwa meskipun dokumen resmi MoU belum diterima oleh pemerintah daerah, masyarakat sudah mengetahui isi kesepakatan tersebut. “Karena sudah MoU itu artinya sudah sah batas negara itu. Tapi di kita belum dapat secara resmi dokumennya,” kata Yance, Senin (12/4/2025).
Dalam perubahan tersebut, sekitar 4,9 hektare wilayah Indonesia masuk ke dalam wilayah Malaysia, sementara Indonesia mendapatkan tambahan wilayah sekitar 127 hektare. Namun, lahan yang berpindah ke Malaysia justru mencakup kawasan pemukiman, lahan pertanian, hingga kantor pemerintah di wilayah Sebatik Utara.
“Secara lahan memang Indonesia mendapatkan lebih besar, tetapi yang masuk ke Malaysia itu adalah pemukiman warga, sawah, dan ada juga kantor pemerintah,” jelas Yance.
Warga yang terdampak tidak menuntut penggantian lahan, melainkan meminta ganti rugi berupa uang tunai. Beberapa di antaranya berencana untuk kembali ke kampung halaman atau membeli tanah di lokasi lain.
Pihak Pemerintah Kabupaten Nunukan pun telah melakukan koordinasi dengan Kemenko Polhukam dan mendorong Kemendagri agar segera menyusun Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur mekanisme ganti rugi tanah tersebut. “Tanah itu dibeli oleh pemerintah tapi diserahkan ke negara lain. Harapannya ada regulasi yang cepat agar masalah ini tidak berlarut,” tutur Yance.
Hingga kini, warga yang terdampak secara tidak langsung telah bermukim di kawasan yang secara hukum masuk wilayah Malaysia, dan menantikan kejelasan serta kepastian dari pemerintah pusat. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Ramli