Karantina Hewan Tarakan Waspadai Penyakit Jembrana dan PMK Jelang Iduladha

benuanta.co.id, TARAKAN – Badan Karantina Hewan Tarakan mencatat adanya peningkatan signifikan dalam jumlah pemasukan sapi potong menjelang Hari Raya Iduladha 1446 H.

Berdasarkan data yang diterima dari Ketua Tim Kerja Karantina Hewan, Budi Setiawan, hingga awal Mei 2025 tercatat sebanyak 409 ekor sapi telah masuk ke Kalimantan Utara, dengan 309 ekor berasal dari Gorontalo dan sisanya dari Sulawesi Barat. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa pekan ke depan.

“Kalau kita lihat tren dari tahun sebelumnya, bisa jadi tahun ini jumlahnya mencapai 1.500 ekor,” ujarnya kepada benuanta.co.id, Rabu (7/5/2025).

Ia menambahkan pihaknya telah bersiap untuk mengantisipasi lonjakan jumlah tersebut dengan prosedur pemeriksaan ketat sejak kedatangan hewan di titik pemasukan. Setibanya sapi di wilayah Kalimantan Utara, tindakan karantina langsung dilakukan oleh petugas. Pemeriksaan pertama menyasar pada kesesuaian dokumen, baik dari segi jumlah maupun kelengkapan administratif.

“Setelah cocok, kami lanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi gejala klinis penyakit, terutama penyakit mulut dan kuku (PMK),” tegasnya.

Tidak hanya itu, Budi menjelaskan sapi juga harus melewati tahap pengasingan dan pengamatan selama tujuh hingga 14 hari.

Baca Juga :  Korsleting Listrik Diduga Picu Kebakaran di Jalan Cenderawasih, Kerugian Capai Rp 1,5 Miliar 

“Durasi bisa dipercepat tergantung kondisi hewan dan pertimbangan dokter hewan, kalau tidak ditemukan gejala klinis, maka kami bisa segera terbitkan surat pengawasan lanjutan,” jelasnya.

Dalam hal persyaratan, hewan kurban yang akan didatangkan wajib memiliki dokumen resmi berupa Sertifikat Veteriner yang dikeluarkan oleh dinas provinsi asal. Sertifikat ini menjadi bukti hewan dinyatakan sehat dan layak untuk dikirim.

“Sertifikat Veteriner itu diterbitkan setelah melalui sejumlah proses, termasuk uji laboratorium dan rekomendasi dari pihak Kalimantan Utara,” ujarnya.

Mayoritas sapi yang masuk ke Kalimantan Utara merupakan jenis Sapi Bali yang berasal dari Gorontalo dan Sulawesi Barat, dengan sebagian kecil dari Sulawesi Selatan. Selain PMK, Karantina Tarakan juga mewaspadai penyakit Jembrana, sebuah penyakit yang hanya menyerang Sapi Bali dan pertama kali ditemukan di daerah Jembrana, Bali.

“Kalimantan sendiri masih bebas dari Jembrana, tapi karena Sulawesi sudah ada kasusnya, makanya pengujian laboratorium jadi syarat mutlak,” ungkapnya.

Baca Juga :  Klaim Asuransi Kecelakaan Jasa Raharja Wajib Disertai Laporan Polisi

Penyakit lain yang juga menjadi perhatian adalah penyakit yang dapat menyebabkan keguguran pada sapi. Ia menekankan, pengujian laboratorium sebelum pengiriman dari daerah asal sangat penting untuk menjaga kesehatan ternak lokal.

“Kita ingin memastikan sapi-sapi yang masuk ke sini tidak membawa penyakit yang bisa menyebar,” katanya.

Sementara itu, Karantina Hewan Tarakan juga mencatat belum adanya pemasukan hewan kurban lain seperti kambing. Ia menambahkan pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan provinsi serta kabupaten untuk memastikan setiap proses berjalan sesuai aturan. “Selama ini hanya sapi saja yang kami terima,” tuturnya.

Di Tarakan sendiri belum tersedia instalasi karantina khusus hewan, sehingga pengawasan dilakukan langsung di kandang milik peternak, bersama dengan dinas terkait. “Kami tetap melakukan pengawasan meskipun tanpa instalasi karantina, tentu sesuai protokol,” katanya.

Dari segi kendala, Budi membeberkan, pada tahun 2023, Karantina Hewan Tarakan sempat menolak pengiriman sapi dari Tolitoli karena tidak disertai dokumen karantina. Ia juga menyebut pernah menangani kasus sapi bergejala di Tarakan pada Oktober tahun lalu, meskipun tidak sampai menyebabkan kematian karena penanganan yang cepat.

Baca Juga :  Taman Berkampung Jadi Destinasi Wisata dengan Omzet Tertinggi di Tarakan

“Saat itu Indonesia sedang menghadapi wabah PMK, dan kami tidak ingin mengambil risiko,” jelasnya.

Budi mengingatkan masyarakat agar tidak membeli sapi dari jalur ilegal karena tidak ada jaminan atas kondisi kesehatannya. Ia juga menyatakan, pelanggaran terhadap ketentuan karantina bisa dikenakan sanksi pidana, terutama jika ditemukan pelanggaran jalur distribusi hewan.

“Kalau secara legal, riwayat vaksinasi dan kesehatan sapi bisa ditelusuri. Kalau ilegal, kita tidak tahu apakah dia sudah divaksin atau malah membawa penyakit,” tegasnya.

Untuk memastikan keamanan hewan ternak yang masuk, pihaknya juga terus memantau hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh dinas di daerah asal. Ia menutup dengan imbauan agar masyarakat selalu membeli hewan kurban dari jalur resmi demi menjaga kesehatan ternak lokal Kalimantan Utara.

“Kami cek kembali pengujian yang dilakukan oleh mereka, agar hewan yang masuk benar-benar terbebas dari penyakit,” tandasnya. (*)

Reporter: Eko Saputra

Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *