Cerita Pilu Petugas Kebersihan di Tarakan Bertahan Hidup dengan Upah Jauh dari UMP dan UMK

benuanta.co.id, TARAKAN – Petugas kebersihan sangat berjasa dalam menjaga kebersihan lingkungan, namun tak banyak yang tahu, mereka hidup dengan penghasilan yang jauh dari standar upah pekerja. Kabar terbaru, upah pekerja kebersihan akan diturunkan dari Rp1,9 juta menjadi Rp1,6 juta. Rp300 ribu amat berarti bagi petugas kebersihan dalam melengkapi kebutuhan sehari-hari.

Diketahui, Upah Minimum Provinsi (UMP)Kalimantan Utara tahun 2025 sebesar Rp3,58 juta dan Upah Minimum Kota (UMP) Tarakan sebesar Rp 4,46 juta.

Salah satu petugas kebersihan TPA Hake Babu, Anton (37), mengungkapkan upah bulanan yang ia terima banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan pokok. “Gaji saya paling habis buat bayar listrik, air, sama belanja sembako. Nggak pernah lebih, malah sering kurang,” tuturnya.

Ia bercerita, terkadang terpaksa berutang di warung langganan ketika uangnya tidak cukup sampai akhir bulan. Tidak hanya itu, Anton juga harus mengatur keuangan sehemat mungkin agar bisa tetap menyekolahkan kedua anaknya.

“Kalau anak-anak butuh buku atau seragam baru, saya harus cari pinjaman. Saya nggak mau mereka putus sekolah,” katanya.

Ia memilih tetap bertahan sebagai petugas kebersihan karena sulitnya mencari pekerjaan lain. “Asal halal, saya jalanin. Lagian umur juga udah kepala tiga, susah mau ngelamar kerja baru,” tambahnya.

Baca Juga :  Laka Lantas Sebabkan Efek Domino bagi Keluarga

Agar dapur tetap mengepul, Anton mencari penghasilan tambahan sebagai tukang parkir lepas di sore dan malam hari. Meski begitu, ia mengaku lelah karena hampir tidak pernah punya waktu beristirahat dengan cukup.

“Kalau ada event di lapangan, saya suka mangkal jaga parkir. Dapat Rp20–30 ribu juga udah Alhamdulillah buat nambah beli beras,” jelasnya.

Berbeda dengan Anton, Rasman
(32) mengaku baru dua tahun menjadi petugas kebersihan. Sebelumnya, ia pernah bekerja serabutan sebagai buruh pelabuhan. “Saya ambil kerjaan ini karena mikirnya lebih pasti. Ada gaji tetap, walau kecil,” ujarnya.

Namun setelah adanya isu pemotongan upah, Rasman mulai merasa cemas soal masa depan keluarganya. Upah yang pas-pasan membuat Rasman dan istrinya harus putar otak untuk bertahan.

“Istri saya bantu jualan kue dari rumah. Lumayan buat tambah uang belanja. Tapi ya tidak menentu, kadang rame kadang sepi,” katanya.

Ia memiliki tiga anak, dua masih sekolah dan satu balita, sehingga kebutuhan biaya pendidikan dan kesehatan menjadi beban yang berat. Menurut Rasman, upah yang diterimanya saat ini jauh dari kata layak untuk membiayai keluarga.

Baca Juga :  Babak Baru, Kasus Pembobolan Rekening Nasabah BNI Bergulir ke Ranah Hukum

“Mungkin cukup kalau buat hidup sendiri. Tapi kalau punya anak-anak, jelas berat banget,” katanya. Ia berharap ada perhatian lebih dari pemerintah kota.

“Kami ini kan juga bagian dari yang bikin kota ini bersih dan nyaman. Harusnya nasib kami juga dipikirkan,” tambahnya.

Sementara itu, Budi (33), petugas kebersihan yang sudah lima tahun bekerja, berbagi cerita tentang perjuangannya membesarkan tiga anak dengan gaji yang sering dipotong.

“Anak saya semua masih kecil, masih butuh banyak biaya buat sekolah dan makan sehat. Tapi gaji segini, buat makan aja mepet,” keluhnya.

Budi mengisahkan, ia sempat berniat berhenti dan mencari kerja lain, tetapi selalu terbentur syarat usia dan pendidikan. “Mau ngelamar kerja lain, selalu kalah saing sama yang lebih muda. Ya udah, saya bertahan di sini sambil cari-cari kerjaan sampingan,” ujarnya.

Untuk menambah penghasilan, Budi kadang mengambil kerjaan sebagai buruh bangunan atau bantu angkut barang di pasar saat akhir pekan. Budi mengaku, untuk bertahan hidup, keluarganya harus rela mengurangi banyak kebutuhan.

Baca Juga :  Tata Cara Kurban Sesuai Syariat, Termasuk untuk Orang yang Telah Meninggal

“Kalau dulu anak-anak bisa jajan di sekolah, sekarang saya suruh bawa bekal dari rumah. Yang penting bisa tetap sekolah,” katanya.

Ia menegaskan upah yang diterimanya kadang tidak mencerminkan kerja keras mereka di lapangan. Namun, ia tetap bersukur. “Selagi dijalani, saya syukuri saja,” pungkasnya.

Mereka berharap pemerintah Kota Tarakan bisa mengevaluasi kembali kebijakan pemotongan upah ini. Mereka ingin agar jasa mereka dihargai, minimal dengan gaji yang layak untuk mencukupi kehidupan dasar keluarga mereka.

Sebelumnya, Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tarakan,Fandariansyah, membenarkan adanya wacana pemerintah kota Tarakan menurunkan upah petugas kebersihan ini sebesar Rp300 ribu. Menurutnya, langkah ini sebagai dampak efesiensi anggaran. DLH berdalih hal itu bukan pemotongan melainkan pengambalian upah ke standar sebelumnya yakni Rp1,6 juta.

“Sebenarnya tidak ada istilah pemotongan, tapi kami mengembalikan gaji mereka ke angka awal karena sebelumnya memang sempat kami naikkan,” jelasnya.

Pemegang kebijakan di Pemkot Tarakan harusnya mempertimbangkan kembali rencana ini, mengingat peran petugas kebersihan sangat vital dalam menjaga kebersihan Kota Tarakan. (*)

Reporter: Eko Saputra

Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *