benuanta.co.id, TARAKAN – Jelaskan pembagian urusan pemerintahan untuk pendidikan, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kalimantan Utara (Kaltara) memaparkan jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang dikucurkan untuk tenaga pendidik di setiap kabupaten maupun kota se-Kaltara dalam bentuk Bantuan Keuangan (Bankeu) khusus mulai dari tahun 2015 hingga tahun 2024.
Adanya pemberhentian insentif bagi tenaga pendidik atau guru Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) saat ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Bahkan hal ini menjadi dilema bagi Pemprov yang sudah menganggarkan insentif tersebut melalui Bankeu khusus menggunakan APBD untuk seluruh kabupaten dan kota di Kaltara sebagai bentuk perhatian untuk dunia pendidikan.
Pemberhentian insentif ini dilakukan karena adanya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025. Dalam Inpres ini menginstruksikan gubernur untuk membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau focus group discussion (FGD).
Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen. Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besar honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran pada tahun anggaran sebelumnya. Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung Baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian/Lembaga Melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari transfer ke daerah.
Kepala BKAD Kaltara, Denny mengatakan, APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah (PP 12 Tahun 2019 pasal 23 Ayat (1)) selain itu, APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,dan stabilisasi (PP 12 Tahun 2019 pasal 23 Ayat (3).
“Pasal 4 Permendagri 15 Tahun 2024 menyebutkan APBD disusun untuk mengalokasikan anggaran pendapatan sesuai kemampuan keuangan daerah dan mengalokasikan anggaran belanja yang memadai sesuai dengan kemampuan pendapatan, guna akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengelola belanja secara efektif, efisien, dan fokus terhadap pencapaian target pelayanan publik sesuai kewenangan Pemerintah Daerah dan kemampuan pendapatan daerah. Meningkatkan kualitas belanja dengan memprioritaskan alokasi anggaran belanja pokok dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja penunjang sesuai target dan indikator kinerja program, kegiatan dan sub kegiatan,” ujarnya, Sabtu (26/4/2025).
Dalam rangka peningkatan pelayanan bidang pendidikan, pemerintah daerah secara konsisten dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan paling sedikit 20 persen dari total belanja daerah sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Penandaan rincian belanja pendidikan tersebut memedomani keputusan menteri keuangan mengenai penandaan rincian belanja pendidikan untuk evaluasi pemenuhan belanja wajib dalam APBD.
Yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/Km.7/2024 tentang Penandaan Rincian Belanja Pendidikan Untuk Evaluasi Pemenuhan Belanja Wajib Dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah tidak terdapat pendanaan untuk belanja bantuan Keuangan Alokasi anggaran fungsi pendidikan dimaksud diprioritaskan untuk peningkatan kualitas dan akses bidang pendidikan melalui pencapaian indikator SPM bidang pendidikan dengan memperhatikan prioritas belanja utama/pokok sesuai sub kegiatannya. Namun, pemerintah dari tingkat pusat, provinsi serta kabupaten dan kota memiliki pembagian urusan pemerintahan.
Mengenai urusan manajemen pendidikan, Denny mengatakan pemerintah pusat bertugas untuk penetapan standar nasional pendidikan dan pengelolaan pendidikan. Pemprov memiliki tupoksi untuk mengelola pendidikan menengah dan pendidikan khusus. Sedangkan kabupaten dan kota sebagai pengelola pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini serta pendidikan nonformal.
Selama ini, Gubernur Kaltara, Dr. Zainal Arifin Paliwang telah menggunakan APBD untuk membantu para tenaga pendidik mulai dari jenjang Paud hingga SMP yang sebenarnya menjadi wewenang kabupaten dan kota. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perhatian seorang pimpinan daerah namun, setelah adanya temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penggunaan APBD untuk insentif guru jenjang tersebut yang seharusnya menjadi kewenangan kabupaten dan kota, Pemprov Kaltara harus menghentikan pemberian insentif tersebut.
Adapun Bankeu khusus yang dikucurkan Pemprov Kaltara untuk 4 kabupaten dan 1 kota yaitu tahun 2015 Rp 110.033.500.000, tahun 2016 Rp 110.033.500.000, tahun 2017 Rp 71.419.000.000, tahun 2018 Rp 71.494.000.000, tahun 2019 Rp 57.105.000.000, tahun 2020 Rp 60.330.000.000, tahun 2021 Rp 64.748.250.000, tahun 2022 Rp 86.331.000.000, tahun 2023 Rp100.705.200.000 dan tahun 2024 sebesar Rp 100.692.600.000.
“Alokasi bantuan keuangan khusus kepada pendidik dan tenaga pendidikan mengalami tren peningkatan, dengan lonjakan signifikan mulai tahun 2021 hingga 2023. Ini menunjukkan adanya perhatian dan komitmen pemerintah daerah Provinsi yang meningkat terhadap sektor pendidikan, khususnya kesejahteraan para pendidik dan tenaga pendidik,” ungkapnya.
Kendati demikian, Kemendagri memberikan evaluasi kepada Pemprov Kaltara agar belanja bantuan keuangan daerah provinsi ke kabupaten/kota dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah Provinsi Kaltara tentang APBD tahun anggaran 2025 dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya guna memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan. Hal ini sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang–undangan, sebagaimana maksud Pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
Selain itu, BPK RI merekomendasikan Pemprov Kaltara menganggarkan program dan kegiatan mandatory spending urusan pendidikan sesuai dengan skala prioritas belanja daerah dan berorientasi pada program dan kegiatan yang terkait langsung dengan fungsi pendidikan dalam hal peningkatan layanan pendidikan.
“Dari BPK RI, secara wewenang dan pembagian wilayah tanggung jawab atas pelayanan publik urusan wajib pendidikan, pemberian bantuan keuangan khusus berupa insentif bagi guru PAUD, TK, SD, dan SMP sederajat tidak berkaitan langsung pada fungsi pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Yogi Wibawa