benuanta.co.id, TARAKAN – Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Kota Tarakan, menyoroti permasalahan insentif guru yang belum terselesaikan sebagai tanggung jawab yang sepenuhnya berada di tingkat kota, bukan provinsi.
Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Kota Tarakan, Sukma Ardiansyah, menegaskan persoalan ini tidak semestinya dipandang sebagai polemik antar institusi, melainkan isu serius yang harus segera disikapi secara bijak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan.
“Sebenarnya kita memandang ini bukan dari sisi polemik, tapi ini soal isu yang kita harus cari sama-sama jalan keluarnya,” ujarnya kepada benuanta.co.id, Jumat (18/4/2025).
Ia menekankan pentingnya langkah cepat dari DPRD dan Pemkot Tarakan untuk mencari formula penyelesaian di tingkat kota. Menurut Sukma, kewenangan pengelolaan pendidikan PAUD, TK, SD serta SMP sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab kabupaten/kota, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Undang-undang itu jelas menegaskan, penyelenggaraan pendidikan dari PAUD, TK, SD hingga SMP adalah wewenang pemerintah kota dan kabupaten,” tegasnya.
Karena itulah, ia menyebut pemerintah provinsi tidak memiliki dasar hukum maupun ruang fiskal untuk memberikan insentif kepada guru di bawah kewenangan kota.
“Kalau provinsi memaksakan diri memberi insentif, itu bisa jadi temuan dari institusi yudikatif atau Kementerian Dalam Negeri. Ini bisa menjadi teguran,” imbuhnya.
Sukma juga melontarkan kritik terhadap DPRD Kota Tarakan, yang dinilainya kurang hati-hati dalam mengomentari kebijakan anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi.
“DPRD kota tidak seharusnya mengoreksi kebijakan anggaran di tingkat provinsi karena itu bukan tupoksinya,” ucapnya.
Ia berharap setiap lembaga menjalankan fungsi sesuai dengan tingkatan masing-masing. Dalam menyikapi persoalan ini, menurutnya, DPRD dan Pemkot perlu memperkuat koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Tarakan untuk kemudian berkonsultasi secara formal ke Dinas Pendidikan Provinsi.
“Struktur birokrasi itu sudah disediakan pemerintah, tinggal dijalankan,” katanya.
Ia juga menyarankan agar semua pihak duduk bersama untuk menjelaskan batas-batas kewenangan secara menyeluruh.
“Contohnya pembangunan jalan, provinsi tidak bisa mengaspal jalan kota, tapi bisa memberi subsidi. Nah, di pendidikan juga begitu,” jelasnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan agar isu insentif guru tidak dijadikan alat politik yang menyesatkan publik dan menyudutkan pihak tertentu.
“Kita ingin ini benar-benar fokus kepada problem solving, bukan saling menyalahkan,” ujarnya.
Sukma menambahkan, masyarakat dan guru siap mendorong DPRD dan Pemkot Tarakan untuk mencari solusi, bukan memperkeruh keadaan. Ia menegaskan pentingnya kreativitas Pemkot dalam menyusun kebijakan anggaran, termasuk memanfaatkan APBD Perubahan jika diperlukan.
“Kebijakan umum dan plafon anggaran itu ranah kota. Ada ruang di situ untuk berinovasi dan mencari solusi,” katanya.
Sukma yakin peluang itu ada jika benar-benar dicari. Ia menambahkan, jika hal ini dikaji dan fokus pada solusi, pasti akan bisa menemukan jalan keluar. Ia mengatakan di Tarakan ini ada sekitar 1.000 lebih guru, jadi solusi seperti penyesuaian kembali APBD dan beberapa kebijakan lain bisa dilakukan sesuai dengan inovasi Pemkot.
“Kita ingin pengabdian guru dihargai, dan semua pihak bekerja di jalur yang tepat,” pungkasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa