benuanta.co.id, NUNUKAN — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Utara (Kaltara) turut ambil bagian dalam Rapat Kerja Nasional ke-VIII (Rakernas AMAN VIII) yang digelar di komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, Senin (14/4/2025).
Kehadiran AMAN Kaltara termasuk Tidung dari Tawau Sabah Malaysia dalam Rakernas ini menjadi bagian dari upaya bersama masyarakat adat se-Nusantara untuk memperkuat konsolidasi, memperjuangkan pengakuan negara, serta menjaga kelestarian lingkungan dan wilayah adat.
Ketua AMAN Kaltara, H. Sura’i, menyampaikan bahwa Rakernas kali ini merupakan tindak lanjut dari hasil Kongres AMAN yang diselenggarakan sebelumnya di Papua. Dalam forum ini, dibahas berbagai strategi agar masyarakat adat mendapatkan pengakuan resmi dari negara, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 18.
“Namun kita perlu dorongan agar ada aturan turunan yang lebih spesifik dan berpihak, sehingga bisa memberikan perlindungan nyata kepada masyarakat adat dalam bentuk pengakuan hutan adat, wilayah air, dan ruang udara adat,” kata H. Sura’i, kepada benuanta.co.id, dalam sambungan telepon, Selasa (15/4/2025).
Ia menegaskan misi besar AMAN adalah menyelamatkan hutan dan lingkungan, yang menjadi salah satu pokok bahasan utama dalam Rakernas kali ini.
Selain itu, Rakernas juga menjadi wadah konsolidasi seluruh suku-suku di Indonesia, untuk memperkuat persatuan dalam keberagaman, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu agenda penting lainnya adalah pembahasan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) agar memperhatikan faktor lingkungan dan hak masyarakat adat di wilayah sekitarnya.
“Pembangunan IKN jangan sampai mengorbankan masyarakat adat. Harus mempertimbangkan dampaknya, baik secara sosial maupun ekologis,” tegasnya.
H. Sura’i juga menambahkan sejak Kongres AMAN di Maluku Utara tahun 2012, komunitas adat di Kalimantan Utara telah resmi terdaftar sebagai anggota AMAN, dengan 1.702 registrasi yang mencakup komunitas seperti Tidung Binusan, Sebatik, Sembakung, Sebuku, Lumbis, Seimanggaris, hingga Tidung Pagun Antop.
“Kita harus aktif dan terlibat, karena ini adalah perjuangan bersama 7000 suku dan lebih dari 80 juta masyarakat adat di seluruh Indonesia. Kita bersama-sama menjaga lingkungan dan memastikan keberlangsungan hidup komunitas adat kita,” pungkasnya.
Ia menegaskan, komunitas Tidung khususnya, harus mengambil peran penting di wilayahnya sendiri dalam menjaga tanah adat dan alam yang menjadi warisan leluhur. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Ramli