benuanta.co.id, BULUNGAN – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara (Kaltara) mencatat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2024 dengan salah satu indikator kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.
Kepala BPS Kaltara, Mas’ud Rifai mengatakan, derajat kesehatan penduduk sangat berpengaruh terhadap pembangunan manusia.
Berdasarkan data BPS Kaltara, Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Kaltara terus meningkat, meskipun dengan kenaikan yang relatif kecil.
“Kualitas hidup sangat ditentukan oleh kesehatan masyarakatnya. Salah satu indikator utama dalam pengukuran derajat kesehatan adalah angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan (morbiditas),” kata Mas’ud sapaannya.
Berdasarkan hasil penghitungan UHH menggunakan metode SP2010, UHH meningkat sebesar 0,71 tahun dalam periode 2013–2024. Sementara dengan metode LF SP2020, peningkatan dalam empat tahun terakhir (2020–2024) hanya sebesar 0,15 tahun.
“Meski kenaikannya tidak besar, tren positif ini mencerminkan adanya perbaikan dalam layanan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat,” jelasnya.
Sementara sisi angka kesakitan, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2024 mencatat, 19,93 persen penduduk mengalami keluhan kesehatan dengan angka morbiditas mencapai 8,95 persen.
Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan perbaikan dalam pola hidup sehat dan akses layanan kesehatan.
Pada aspek mortalitas, angka kematian bayi di Kaltara berdasarkan data Long Form SP2020 tercatat sebesar 16,65 per 1.000 kelahiran hidup. Selain itu, angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate/MMR) berada di angka 194 per 100.000 kelahiran hidup.
Dalam hal ini, akses terhadap fasilitas kesehatan turut berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Saat ini, Kaltara memiliki 17 rumah sakit, 58 puskesmas, 59 klinik pratama, 790 posyandu, dan 7 polindes.
“Secara umum, fasilitas kesehatan terus bertambah. Namun, tantangan terbesar masih ada di daerah terpencil, di mana akses ke rumah sakit sering kali terbatas,” ungkapnya.
Sebagai solusi, sejak 2014 Pemerintah Provinsi Kaltara menjalankan program dokter terbang untuk menjangkau Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK).
Pada tahun 2024, sebanyak 25 titik telah mendapatkan layanan dari dokter spesialis dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,6 miliar dari APBD.
“Dengan program ini, lebih dari 18.315 warga di perbatasan dan pedalaman sudah terlayani kebutuhan kesehatannya,” jelasnya.
Selain akses layanan medis, faktor lingkungan juga menjadi penentu kesehatan masyarakat. Berdasarkan teori Blum dan rekomendasi WHO, lingkungan menyumbang 45 persen terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Beberapa indikator lingkungan, seperti akses sanitasi dan air bersih, mengalami peningkatan pada 2024.
“Tercatat, 94,41 persen rumah tangga di Kaltara telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri. Sementara akses terhadap air minum layak mencapai 89,42 persen. Ini menunjukkan tren positif dalam infrastruktur dasar kesehatan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Ikke
Editor: Endah Agustina