benuanta.co.id, TARAKAN – Di tengah gonjang-ganjing kasus korupsi yang menyeret sektor energi, kekhawatiran masyarakat terhadap peredaran BBM oplosan semakin meningkat. Pasalnya selain merugikan dari sisi finansial, ini juga bisa merusak mesin kendaraan.
Menurut Yayan, montir di salah satu bengkel dealer resmi di Jalan Mulawarman menjelaskan, BBM oplosan bisa menyebabkan berbagai masalah pada mesin motor, mulai dari pembakaran tidak sempurna hingga kerusakan komponen penting.
“Bensin oplosan sering kali dicampur dengan zat lain, seperti air atau bahan kimia tertentu. Kalau sudah begini, mesin bisa cepat aus dan performanya turun drastis,” katanya kepada benuanta.co.id, Selasa (11/3/2025).
Pembakaran yang tidak sempurna akibat BBM oplosan membuat tarikan kendaraan menjadi lebih berat. Sering kali pengguna motor mengeluhkan kendaraannya terasa kurang bertenaga setelah mengisi bensin eceran. Dalam jangka panjang, penggunaan bahan bakar ini juga bisa menyebabkan knocking atau bunyi getaran yang terjadi saat mesin sedang berakselerasi yang dapat merusak mesin.
“Itu karena kualitas BBM yang buruk membuat proses pembakaran tidak maksimal,” jelasnya.
Selain itu, campuran zat asing dalam BBM oplosan meninggalkan residu di dalam ruang bakar. Jika digunakan terus-menerus, kerak karbon akan semakin menumpuk, menyumbat injektor, dan membuat motor menjadi lebih boros bensin.
“Filter bahan bakar juga bisa cepat kotor, sehingga aliran bensin ke mesin terhambat. Akibatnya, motor bisa tiba-tiba mati atau sulit dinyalakan,” tambahnya.
Dampak buruk lainnya adalah kerusakan pada komponen penting seperti busi dan piston. Busi yang kotor akibat bahan bakar oplosan bisa cepat mati. Selain itu, piston yang terpapar pembakaran tidak sempurna juga bisa mengalami keausan lebih cepat, yang berujung pada biaya perbaikan yang mahal.
“Kalau dibiarkan, lama-lama motor jadi sulit dihidupkan dan harus sering diservis,” katanya.
Yayan menjelaskan, pemilihan BBM tidak hanya bergantung pada keinginan pengguna, tetapi juga harus disesuaikan dengan spesifikasi mesin, terutama rasio kompresi dan kapasitas mesin (cc).
“Setiap motor sudah dirancang dengan kebutuhan bahan bakar tertentu. Kalau pakai bensin yang tidak sesuai, mesin bisa cepat rusak,” ujarnya.
Motor dengan kapasitas mesin kecil hingga menengah, seperti 110cc hingga 150cc, umumnya memiliki rasio kompresi 9:1 hingga 10:1. Motor jenis ini lebih cocok menggunakan Pertalite (RON 90) karena bahan bakar ini dapat terbakar dengan baik pada mesin dengan kompresi tersebut.
“Motor seperti Honda Beat, Scoopy, Yamaha Mio, dan Supra X 125 lebih aman pakai Pertalite. Kalau dipaksakan pakai Pertamax, pembakarannya jadi kurang efisien,” paparnya.
Sementara itu, motor dengan kapasitas mesin lebih besar, seperti 150cc ke atas, biasanya memiliki rasio kompresi 10:1 hingga 11:1 atau lebih. Mesin dengan kompresi tinggi membutuhkan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi agar proses pembakaran lebih sempurna dan tidak menyebabkan knocking.
“Untuk motor seperti Yamaha NMAX, Aerox, Honda PCX, ADV, dan motor sport lainnya, sebaiknya pakai Pertamax. Kalau pakai Pertalite, bisa terjadi knocking yang merusak mesin dalam jangka panjang,” imbuhnya.
Jika motor yang membutuhkan Pertamax justru diisi dengan Pertalite, bisa terjadi ngelitik atau kondisi di mana bensin terbakar sebelum waktunya akibat tekanan tinggi dalam ruang bakar.
“Kalau mesin motor sering ngelitik, piston bisa cepat aus dan tenaga motor berkurang. Lama-lama, bisa merusak seluruh sistem pembakaran,” terangnya.
Sebaliknya, jika motor yang seharusnya cukup dengan Pertalite malah menggunakan Pertamax, tidak akan menimbulkan dampak buruk langsung. Namun, karena mesin dengan kompresi rendah tidak membutuhkan bahan bakar beroktan tinggi, proses pembakarannya menjadi kurang efisien.
“Hasilnya, tenaga motor terasa biasa saja, tapi konsumsi bensinnya malah lebih boros,” tandasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa