benuanta.co.id, TARAKAN – Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim bagi yang mampu menjalankannya. Namun, dalam kondisi tertentu, Islam memberikan keringanan bagi orang-orang yang mengalami kesulitan untuk berpuasa.
Ustadz Abdul Latif dalam kultumnya, menjelaskan siapa saja yang diperbolehkan membatalkan puasa dan bagaimana hukum bagi orang yang sengaja meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan.
Dalam konteks ini, Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan tidak membebani umatnya di luar kemampuan mereka.
“Allah SWT telah memberikan keringanan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,” ujarnya pada Sabtu (8/3/2025).
Salah satu ayat yang menjadi dasar keringanan ini adalah Surah Al-Baqarah ayat 185 yang memiliki arti:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
Orang yang sakit diperbolehkan tidak berpuasa jika berpuasa akan memperparah penyakitnya atau menghambat kesembuhannya.
“Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah prioritas. Jika seseorang sakit dan dokter menyarankan untuk tidak berpuasa, maka ia boleh berbuka dan menggantinya di hari lain,” katanya.
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya Allah menyukai rukhsah-Nya (keringanan yang diberikan-Nya) untuk diambil sebagaimana Dia membenci maksiat dilakukan.” (HR. Ahmad).
Selain orang sakit, musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh juga mendapat keringanan untuk tidak berpuasa.
“Jika perjalanan yang ditempuh mencapai jarak tertentu yang membolehkan seseorang menjamak shalat, maka ia juga boleh berbuka,” jelasnya.
Ia mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
“Dahulu para sahabat bepergian bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela yang berbuka, dan yang berbuka tidak mencela yang berpuasa.”
Selain itu, wanita hamil dan menyusui juga termasuk golongan yang diperbolehkan membatalkan puasa jika khawatir terhadap kesehatan diri atau bayinya.
“Islam memberikan perhatian besar kepada ibu dan anak. Jika seorang ibu merasa lemah atau khawatir janinnya kekurangan gizi akibat puasa, maka ia boleh berbuka,” terang Ustadz Abdul Latif.
Dalil yang mendukung hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat bagi musafir, dan membebaskan puasa bagi wanita hamil dan menyusui.”
Sementara itu, orang tua lanjut usia yang sudah tidak mampu berpuasa juga diberikan keringanan untuk tidak berpuasa tanpa harus menggantinya di hari lain.
Sebagai gantinya, mereka bisa membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.
“Allah SWT tidak memberatkan hamba-Nya yang sudah lemah. Jika seseorang sudah terlalu tua dan tidak sanggup berpuasa, ia cukup menggantinya dengan memberi makan fakir miskin,” bebernya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 yang artinya:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”
Wanita yang sedang haid atau nifas juga diharamkan untuk berpuasa. Ini bukan keringanan, tetapi memang tidak diperbolehkan. Mereka wajib mengganti puasanya di hari lain. Ia mengutip Hadits yang mendukung hal ini diriwayatkan oleh Aisyah RA.
“Kami mengalami haid di masa Rasulullah SAW, lalu kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat.” (HR. Muslim).
Ustadz Abdul Latif juga menyebutkan, orang yang mengalami kondisi darurat, seperti pekerja berat yang tidak bisa menghindari pekerjaan fisik yang sangat menguras tenaga, boleh tidak berpuasa dengan syarat menggantinya di hari lain. Ia mengutip kaidah fikih yakni kesulitan mendatangkan kemudahan.
“Namun, jika memungkinkan untuk tetap berpuasa, maka lebih baik berpuasa,” ungkapnya.
Namun, berbeda dengan orang-orang yang mendapatkan keringanan, Islam menganggap berat bagi orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan.
“Puasa adalah rukun Islam, meninggalkannya tanpa alasan yang sah adalah dosa besar,” tegasnya.
Ia mengutip Hadits Nabi SAW:
“Barang siapa berbuka satu hari di bulan Ramadan tanpa rukhshah (keringanan) yang diberikan Allah, maka ia tidak akan dapat menggantinya dengan puasa sepanjang tahun, walaupun ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud).
Dalam penutup kultumnya, Ustadz Abdul Latif mengingatkan agar umat Islam tidak meremehkan puasa dan hanya berbuka tanpa alasan yang jelas.
“Bagi yang mendapat keringanan, manfaatkanlah dengan bijak. Namun, bagi yang masih mampu berpuasa, jangan mencari alasan untuk berbuka,” tandasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina