benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Tantangan stabilitas harga dan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) diantaranya sarana dan prasarana seperti infrastruktur yang belum memadai juga adanya ketergantungan dengan daerah lain sebagai pemasok.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPWBI) Provinsi Kaltara pun meminta semua pihak harus turun tangan melakukan upaya, agar tantangan tersebut dapat teratasi.
“Dilihat dari jangka menengah dan jangka panjang perlu diatasi supaya harga, distribusi dan ketersediaan barang di Kaltara lebih terjamin,” ungkap Kepala KPWBI Provinsi Kaltara, Hasiando Ginsar Manik.
Dia menjelaskan soal keberadaan infrastruktur pelabuhan, berdasarkan hasil diskusi KPWBI Kaltara dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pemkot Tarakan dan beberapa direksi BUMN seperti Pelindo dan Pelni supaya melakukan upaya perbaikan pada Pelabuhan Malundung.
Bagaimana agar fungsi Pelabuhan Malundung bisa lebih optimal sehingga nantinya tidak menghambat distribusi barang yang masuk ke pelabuhan.
“Ketika ada kerusakan alat seperti crane maka berdampak ke harga barang dan jasa secara umum,” jelasnya.
Selain itu beberapa daerah di Provinsi Kaltara memiliki ketergantungan yang lebih tinggi terhadap impor khususnya impor dari daerah lain. Konektivitas wilayah juga menjadi tantangan.
“Serta antisipasi dan meningkatnya permintaan kebutuhan bahan pokok seiring dengan perkembangan industri di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI),” paparnya.
Hasiando menuturkan mulai saat ini perlu strategi untuk mengantisipasi hal-hal yang lebih bersifat menengah dan jangka panjang sehingga tidak menyebabkan harga yang berlebihan atau yang tidak diharapkan.
“Di tahun 2025 Bank Indonesia memperkirakan bahwa inflasi Kaltara berada di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen,” bebernya.
Bahkan dilihat di sepanjang tahun 2020 sampai 2024, komoditas yang sering mengalami kenaikan harga adalah beras, daging ayam, cabai, telur, tomat dan ikan yang memiliki kontribusi besar dalam pembentukan inflasi.
“Untuk beras misalnya kita masih banyak bergantung dengan Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Lalu bawang banyak dari Kaltim, Sulut, Sulteng dan Jatim, daging ayam pun demikian. Cabai itu banyak dari Sulsel dan Kaltim,” sebutnya.
Dia menambahkan dalam jangka pendek diperlukan kerjasama antar daerah, baik itu dari Goverment to Goverment (G-to-G) atau business to business (B-to-B).
“Dalam jangka menengah, tentu kita berharap dengan luasnya area Provinsi Kaltara bisa meningkatkan produksi hortikultura dan padi di Kaltara,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Ramli