benuanta.co.id, TARAKAN – Maraknya praktik balap lari selama Ramadan yang diduga dijadikan ajang perjudian di beberapa titik di Kota Tarakan, termasuk di kawasan Islamic Center, mendapat perhatian serius dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tarakan.
Ketua MUI Tarakan, Drs. KH. Abdul Samad, Lc., M.Pd.I, menegaskan, segala bentuk perjudian, termasuk yang dikemas dalam bentuk perlombaan seperti balap lari tetap haram dalam Islam dan dapat menghilangkan keberkahan bulan suci.
“Ramadan adalah bulan suci yang Allah berikan untuk meningkatkan ketakwaan, bukan malah diisi dengan kegiatan yang mengandung dosa. Judi dalam bentuk apa pun, termasuk taruhan dalam balap lari, adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam,” tegasnya kepada benuanta.co.id, Rabu (5/3/2025).
KH. Abdul Samad merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90, yang secara tegas melarang segala bentuk perjudian:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)
Menurut KH. Abdul Samad, aktivitas balap lari yang murni sebagai olahraga tidaklah menjadi masalah. Namun, jika sudah dikaitkan dengan praktik taruhan atau judi, maka itu telah melenceng dari nilai-nilai Islam dan harus dicegah.
“Balap lari sebagai olahraga tentu baik. Bahkan dalam Islam, menjaga kesehatan itu dianjurkan. Tapi jika diiringi dengan taruhan, maka ini bukan lagi sekadar olahraga, melainkan perjudian yang jelas hukumnya haram. Ini harus dihentikan,” tambahnya.
Ia menambahkan, selain melanggar aturan agama, perjudian dalam bentuk apa pun juga dapat menghilangkan keberkahan Ramadan. Ia mengingatkan, Ramadan adalah bulan penuh ampunan, di mana umat Islam seharusnya memperbanyak ibadah, bukan malah melakukan perbuatan yang mengundang dosa.
“Di bulan Ramadan ini, Allah membuka pintu rahmat dan ampunan selebar-lebarnya. Tapi jika diisi dengan kegiatan maksiat seperti berjudi, bagaimana keberkahan itu bisa diperoleh,” jelasnya.
Selain itu ia juga kembali menukil beberapa hadist yang menjelaskan agar setiap Muslim yang berpuasa agar tidak sia-sia. “Rasulullah bersabda: Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Jangan sampai kita termasuk dalam golongan itu,” jelasnya.
Abdul Samad juga mengingatkan, perjudian, meskipun dianggap ringan atau hanya untuk bersenang-senang, tetap membawa dampak buruk bagi masyarakat.
“Perjudian bisa menimbulkan permusuhan, menanamkan sifat tamak, serta menjauhkan seseorang dari nilai-nilai kebaikan yang diajarkan dalam Islam,” ujarnya.
Melihat semakin maraknya praktik ini, MUI Tarakan meminta pemerintah kota dan aparat keamanan untuk lebih tegas dalam menertibkan balap lari Ramadan yang disertai perjudian. KH. Abdul Samad menekankan pentingnya pengawasan di tempat-tempat yang sering dijadikan lokasi aktivitas tersebut.
“Kami meminta aparat keamanan untuk turun tangan dan menindak tegas praktik judi dalam bentuk apa pun, termasuk dalam balap lari Ramadan. Jangan sampai kebiasaan ini berkembang dan dianggap sebagai hal yang biasa,” ujarnya.
Selain itu, KH. Abdul Samad juga mengajak tokoh agama, pengurus masjid, serta para orang tua untuk lebih aktif dalam memberikan edukasi kepada generasi muda tentang bahaya perjudian dan pentingnya mengisi Ramadan dengan kegiatan yang bermanfaat.
“Masyarakat juga harus ikut berperan dalam mencegah hal ini. Para orang tua harus lebih mengawasi anak-anaknya, tokoh agama perlu lebih sering mengingatkan dalam ceramah-ceramah. Semua pihak harus bekerja sama agar Ramadan benar-benar menjadi bulan yang penuh berkah,” tandasnya.
Di sisi lain, praktik balap lari Ramadan dengan unsur taruhan ini semakin sering terjadi di beberapa titik di Kota Tarakan, terutama di kawasan Islamic Center. Warga sekitar mengaku resah karena aktivitas tersebut tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga berpotensi memicu keributan akibat perselisihan dalam taruhan.
Seorang warga, Hendra, mengatakan, tradisi balap lari Ramadan sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi belakangan ini semakin melenceng karena adanya unsur perjudian.
“Dulu, balap lari ini cuma untuk hiburan anak-anak muda di sore hari. Tapi sekarang malah banyak yang main taruhan. Awalnya taruhan kecil, lama-lama jadi besar. Kalau ada yang kalah dan tidak mau bayar, akhirnya malah ribut,” ungkapnya.
Sedangkan itu, Dayat, seorang pemuda yang sering berolahraga di sekitar Islamic Center, menilai sebaiknya pemerintah atau komunitas olahraga menyediakan wadah resmi untuk kompetisi lari yang lebih sehat dan jauh dari unsur taruhan.
“Kalau memang ingin ada balap lari, kenapa tidak dibuat dalam event resmi saja? Misalnya ada perlombaan yang diadakan oleh pemerintah atau komunitas, tapi tanpa taruhan. Jadi tetap seru tapi tidak melanggar aturan,” tandasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa
Jang terlalu kampungan dan jgan terlalu kaku pak MUI.. dan janga pula termakan isu propokasi.. lihat dan buktikan faktanya