TARAKAN – Penyerangan Mapolres Tarakan Senin malam, 24 Februari 2025 oleh puluhan oknum TNI sangat dikecam oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kodam VI/Mulawarman dan Polda Kalimantan Utara diminta usut tuntas secara terbuka.
Kordinator Wilayah VI (Kalteng, Kalsel, Kaltim, Kaltara) Pengurus Pusat GMKI, Kristianto Triwibowo menilai aksi tak terpuji tersebut mencederai kepercayaan rakyat dan kehormatan institusi. Terlebih menurutnya diwarnai dengan pengrusakan fasilitas markas polres dan penganiyaan sejumlah polisi hingga cedera serius oleh sekelompok TNI.
Korwil VI GMKI menegaskan seluruh anggota TNI maupun Polri yang terlibat dalam insiden tersebut harus diproses secara tegas dan dipertanggungjawabkan ke publik.
“Kita menyayangkan insiden ini, seharusnya sesama aparat negara dapat mengontrol perilaku dan tidak main hakim sendiri. Perlu diusut tuntas dan sanksi tegasnya, lalu prosesnya harus terbuka ke publik,” ujar Kristianto kepada awak media, pada Rabu, 26 Februari 2025.
Kristianto pun menyoroti Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha dan Kapolda Kaltara Irjen Hary Sudwijanto agar serius memastikan pelaku disanksi.
“Kepada bapak Pangdam dan Kapolda Kaltara, kejadian ini harus ada kepastian hukum dan kejelasan sanksi. Setiap anggota yang terlibat serta terbukti melanggar harus diproses, baik pelanggaran pidana maupun disiplin institusi secara terbuka. Jika tidak ada sanksi tegas dan terbuka, sama saja korbankan insitusi negara dan kepercayaan rakyat. Dengan hormat kami menyarankan bapak-bapak mundur saja dari jabatan,” tegas mantan Ketua GMKI Cabang Tarakan itu.
Pihaknya mendorong sanksi tegas dijatuhkan kepada oknum anggota TNI-POLRI yang terlibat mulai kronologi perkelahian awal di sebuah cafe di Tarakan, hingga penyerangan markas korps Bhayangkara itu.
“Kedua institusi pasti sudah mengantongi kronologi dan motif. Segera periksa dan tindak tegas yang terlibat mulai dari dugaan oknum polisi keroyok anggota TNI di cafe, penyerangan dan pengrusakan mapolres sampai pemukulan anggota polisi. Harus ada efek jerah dan perbaikan tersistem,” sambung Kris.
Bila perlu menurutnya, proses tersebut patut melibatkan pihak independen sesuai mekanisme berlaku. Kemudian ia berharap tim Kemenko Polkam, Polisi Militer Mabes TNI dan Propam Mabes Polri turun ke Tarakan menangani kasus ini.
Lebih lanjut, GMKI mengkritik pula pembinaan dan pengawasan personil TNI-POLRI pada kesatuan masing-masing. Pasalnya, kepatuhan dan kedisiplinan aparat yang terlibat insiden ini terbilang lemah.
“Semoga menjadi evaluasi bagi pimpinan di setiap institusi berjenjang. Kepatuhan dan kedisiplinan aparat harusnya bukan saat jam bertugas saja, melainkan kapanpun dimanapun terutama di tengah masyarakat. Seyogianya ketika oknum itu bersepakat mediasi pasca perkelahian di cafe, maka bisa selesai dengan damai. Tapi ketika gagal mediasi, jangan main hakim sendiri, ya lanjut ke proses hukum atau jalur komunikasi kedua institusi,” jelas dia.
Secara meluas, Kristianto meyakini pertikaian antara aparat ini membuat kepanikan bagi masyarakat. Seperti halnya warga yang berada di sekitar Mapolres saat kejadian Senin malam, 24 Februari 2025. Sehingga, organisasi mahasiswa yang berdiri sejak 1950 ini berharap kejadian serupa tak terulang kembali.
“Seharusnya Pangdam dan Kapolda Kaltara mewakili institusi turut meminta maaf kepada masyarakat. Semoga ada sanksi tegas bagi oknum dan jaminan kondusifitas bagi masyarakat,” tutupnya. (*)