benuanta.co.id, TARAKAN – Hingga kini, Kota Tarakan masih belum memiliki regulasi khusus yang mengatur jam operasional dan rute kendaraan industri. Padahal, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk industri terus terjadi, terutama di jalur utama yang sering dilalui kendaraan pribadi dan angkutan umum. Kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut.
Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dinas Perhubungan (Dishub) Tarakan, Mohdi, mengungkapkan pihaknya sebenarnya telah mengusulkan pembentukan Peraturan Daerah (perda) tentang jam operasional dan rute kendaraan industri. Namun, hingga saat ini, perda tersebut belum juga dibahas secara konkret oleh DPRD Tarakan.
“Terkait pengaturan angkutan dump truck dan angkutan barang, ini sebenarnya masuk dalam rekayasa lalu lintas. Kami di Dishub sudah mengusulkan adanya perda agar kendaraan berat tidak beroperasi di jam-jam tertentu, tapi realisasinya bergantung pada DPRD,” ujarnya pada Selasa (25/2/2025).
Menurut Mohdi, perda ini sangat penting untuk memastikan kendaraan industri tidak mengganggu lalu lintas dan mengurangi risiko kecelakaan. Saat ini, Dishub hanya bisa mengeluarkan imbauan kepada perusahaan agar truk proyek tidak beroperasi di jam sibuk, seperti pukul 06.00-08.00 WITA, 11.30-13.30 WITA, dan 17.00-18.00 WITA. Sementara itu, perusahaan besar seperti industri kertas disarankan untuk melakukan pengangkutan mulai pukul 18.00 WITA hingga pagi hari.
“Kami sudah beberapa kali menyurati perusahaan agar mengikuti aturan jam operasional ini, tapi karena sifatnya hanya imbauan, tidak semua mematuhinya. Jika perda ini disahkan, maka ada aturan yang mengikat dan sanksi bagi yang melanggar,” tambahnya.
Menanggapi keresahan masyarakat, Mohdi berharap DPRD bisa segera mempercepat pembahasan dan pengesahan perda ini agar ada kepastian hukum yang bisa diterapkan.
“Kami berharap perda ini bisa segera terealisasi agar pengaturan lalu lintas lebih baik. Kalau ada perda, sanksinya jelas, dan kita bisa menindak tegas kendaraan yang melanggar. Ini bukan hanya soal kelancaran lalu lintas, tapi juga soal keselamatan semua pengguna jalan,” tukasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Tarakan, Randy Rahmadhana Erdian, membenarkan usulan perda tersebut sudah diajukan. Namun, ia mengakui hingga kini pembahasan di tingkat legislatif belum berjalan optimal karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut.
“Kami memahami urgensi dari perda ini, tapi kami juga harus memastikan regulasi yang dibuat nantinya benar-benar bisa diterapkan. Saat ini masih dalam tahap pengkajian, termasuk koordinasi dengan pihak kepolisian, Dishub provinsi, dan stakeholder terkait lainnya,” jelasnya pada Senin (24/2/2025) kemarin.
Randy juga menyebutkan DPRD akan segera mengagendakan rapat kerja dengan Dishub Tarakan untuk membahas lebih lanjut teknis penerapan perda ini. Salah satu poin yang masih menjadi perdebatan adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap kendaraan industri, terutama yang beroperasi di kawasan pelabuhan dan proyek konstruksi.
“Dikaji dulu dan setelahnya digelar rapat kerja dengan Dishub untuk memastikan bagaimana sistem pengawasan dan sanksinya nanti. Kami ingin regulasi ini bisa berjalan efektif dan tidak sekadar jadi aturan di atas kertas,” ujarnya.
Di sisi lain, masyarakat mulai gerah dengan lambannya proses pembuatan regulasi ini. Fahmi, seorang pengemudi ojek online, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keberadaan truk-truk besar yang sering beroperasi di jam sibuk.
“Sudah banyak kejadian kecelakaan gara-gara truk yang jalannya lambat atau berhenti mendadak. Kalau memang sudah ada usulan perdanya, kenapa belum juga disahkan? Harus nunggu kejadian lebih banyak dulu,” katanya.
Hamdi, warga yang tinggal di sekitaran kawasan jalan utama yang sering dilalui truk industri, juga menyampaikan keluhan serupa. Ia menilai, tanpa aturan yang jelas, keberadaan truk besar akan terus mengganggu kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.
“Kami yang tinggal di pinggir jalan ini sering khawatir kalau ada truk besar lewat. Suaranya bising, jalannya pelan, belum lagi kalau ada yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Kalau perda ini cepat disahkan, setidaknya ada kepastian kapan mereka boleh lewat,” pungkasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa