benuanta.co.id, TARAKAN – Pemerhati transportasi sekaligus Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr. Ir. Muhammad Djaya Bakri, S.T., M.T., menyebut, fasilitas bagi pejalan kaki di Kota Tarakan masih belum termasuk kategori ideal.
Menurut Djaya, trotoar di Tarakan masih tidak merata, minimnya jalur khusus serta adanya parkir liar di sepanjang jalan membuat trotoar masih belum ramah bagi pejalan kaki.
“Banyak pejalan kaki yang harus berjalan dalam kondisi yang tidak nyaman, terutama di siang hari ketika cuaca panas,” ungkapnya, Selasa (18/2/2025).
Selain trotoar yang rusak dan sempit, kurangnya pepohonan atau kanopi juga membuat pejalan kaki tidak nyaman. Banyak trotoar yang langsung terpapar sinar matahari tanpa peneduh, sehingga berjalan kaki di siang hari terasa melelahkan.
“Harus ada kebijakan yang jelas, bukan sekadar perbaikan kecil di beberapa titik. Pembangunan trotoar harus direncanakan secara menyeluruh agar benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Djaya menilai, kondisi ini menunjukkan belum adanya perhatian serius pemerintah terhadap infrastruktur bagi pejalan kaki. Menurutnya, trotoar yang layak dan terintegrasi dengan fasilitas transportasi lain seharusnya menjadi bagian dari pembangunan kota.
Menurutnya lagi, pembangunan infrastruktur di Tarakan masih lebih berfokus pada kendaraan dibandingkan pejalan kaki. Ruang untuk kendaraan jauh lebih diperhatikan dibandingkan trotoar.
“Keberadaan trotoar yang memadai tidak hanya memberikan kenyamanan bagi warga, tetapi juga meningkatkan keselamatan dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor. Padahal banyak warga yang memilih berjalan kaki, tetapi fasilitas yang tersedia belum mendukung kenyamanan mereka,” jelasnya.
Djaya menyarankan, agar trotoar dibangun dengan lebar yang cukup, menyediakan jalur khusus bagi pejalan kaki, serta ditanami lebih banyak pohon di sepanjang jalan agar memberikan keteduhan.
“Pengawasan terhadap penggunaan trotoar juga harus ditingkatkan agar tidak dijadikan tempat parkir atau area berjualan yang menghalangi jalur pejalan kaki,” pungkasnya.
Di sisi lain, keluhan datang dari warga. Agosto, seorang pekerja yang setiap hari berjalan kaki menuju tempat kerja, mengaku sering merasa tidak aman.
“Trotoarnya kadang ada yang rusak, kadang malah dipakai untuk parkir motor. Jadi saya sering terpaksa jalan di bahu jalan,” ungkapnya.
Hal serupa dirasakan oleh Tamrin, seorang mahasiswa yang kerap berjalan kaki ke kampus.
“Kalau hujan, kadang becek, sementara kalau siang terik, hampir tidak ada tempat berteduh. Trotoarnya juga sempit, kalau berpapasan dengan orang lain sering harus bergantian,” keluh Tamrin.
Selain itu, Mariani, seorang ibu rumah tangga yang sering berjalan kaki ke pasar, mengatakan kondisi ini cukup menyulitkan.
“Kalau pagi masih mending, tapi kalau sudah siang panasnya luar biasa. Tidak ada tempat berteduh, jadinya kalau jalan jauh itu terasa berat,” singkatnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina