benuanta.co.id, TARAKAN – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan menegaskan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) bertentangan dengan norma agama di Indonesia. Oleh karena itu, MUI menaruh perhatian khusus terhadap fenomena ini dan menjadikannya salah satu program utama mereka.
Sekretaris MUI Tarakan, Ilham Nor mengatakan, pihaknya telah membentuk tim pencari fakta untuk mengumpulkan informasi terkait perkembangan LGBT di Tarakan. Menurutnya, fenomena ini semakin meluas dan bahkan telah membentuk komunitas.
“LGBT di Tarakan saat ini sudah masuk dalam kategori luar biasa. Kami melihat perkembangannya semakin pesat, sehingga perlu ada tindakan nyata,” ujarnya, Sabtu (15/2/2025).
Lebih lanjut, Ilham menjelaskan, MUI berupaya mengidentifikasi penyebab utama maraknya perilaku ini di masyarakat. Ia menilai, pergaulan bebas dan keterlibatan dalam komunitas yang salah menjadi faktor utama penyimpangan tersebut.
“Kami sudah mulai mengumpulkan data di lapangan. Insyaallah, dengan informasi yang kami peroleh, kami bisa mencari solusi yang tepat,” sebutnya.
Ilham menambahkan, MUI juga mengimbau para orang tua dan tenaga pendidik untuk lebih aktif dalam mengawasi anak-anak mereka. Menurutnya, peran keluarga dan lingkungan sekolah sangat penting dalam mencegah generasi muda terjerumus ke dalam perilaku yang dianggap menyimpang ini.
“Kami sering menemukan kasus yang tidak hanya merusak masa depan remaja, tetapi juga menghancurkan keharmonisan rumah tangga,” tambahnya.
Terkait hal ini, masyarakat memberikan tanggapan beragam. Maslin, seorang ibu rumah tangga, mengaku mendukung langkah MUI dalam mengatasi masalah perilaku menyimpang.
“Saya setuju dengan tindakan ini. Sebagai orang tua, saya juga khawatir dengan pergaulan anak-anak zaman sekarang. Harus ada pengawasan lebih ketat,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, Rudi, seorang warga lainnya, menilai pendekatan yang dilakukan MUI sebaiknya lebih mengedepankan edukasi daripada sekadar mencari dan mengumpulkan data.
“Kalau hanya mencari pelaku LGBT tanpa solusi yang jelas, saya rasa itu kurang tepat. Yang lebih penting adalah memberikan pemahaman yang baik dan pendekatan yang lebih manusiawi,” tandasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina