benuanta.co.id, TARAKAN – Penegakan kebijakan publik di Kota Tarakan, salah satunya penerapan Peraturan Daerah (Perda) menjadi hal yang menarik untuk dikupas mendalam. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)Tarakan juga gencar melakukan pengawasan penerapan Perda melalui razia belakangan ini.
Teranyar, Satpol PP bersama tim gabungan baik TNI Polri dan instansi pemerintah melakukan razia di sejumlah hotel dan losmen, pada Jumat, 14 Februari 2025. Langkah ini disebut sebagai bagian dari implementasi Perda yang bertujuan menjaga ketertiban umum dan menekan berbagai pelanggaran hukum. Namun, efektivitas penegakan kebijakan ini menimbulkan perdebatan, terutama dalam hal keberlanjutan dan dampaknya bagi masyarakat serta sektor usaha.
Kasi Pembinaan, Pengawasan, dan Penyuluhan Satpol PP Tarakan, Rohimansyah mengungkapkan, operasi ini merupakan wujud konkret dari pelaksanaan Perda Nomor 21 Tahun 2000, tentang Larangan Perbuatan Asusila serta Perda Nomor 9 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan. Kedua, regulasi ini bertujuan memastikan bahwa aktivitas di tempat-tempat penginapan tetap sejalan dengan norma sosial dan aturan yang berlaku di daerah.
“Kami menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah daerah untuk menjaga ketertiban serta menegakkan aturan yang sudah ada,” ujarnya pada Sabtu (15/2/2025).
Meski demikian, ahli kebijakan publik menilai efektivitas suatu kebijakan tidak hanya ditentukan oleh pelaksanaannya, tetapi juga oleh keberlanjutan dan dampaknya terhadap masyarakat. Seorang akademisi yang fokus pada studi kebijakan daerah, Ardiansyah, S.H., M.H., menekankan kebijakan yang baik harus memiliki keseimbangan antara regulasi dan pendekatan edukatif.
“Kebijakan publik yang hanya mengedepankan aspek penindakan tanpa diimbangi dengan program edukasi dan pembinaan bisa kehilangan efektivitasnya dalam jangka panjang. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang aturan yang berlaku dan alasan di balik kebijakan tersebut, bukan sekadar diberikan sanksi,” ujarnya.
Ardiansyah juga menyoroti pentingnya konsistensi dalam penerapan regulasi. Menurutnya, sebuah kebijakan tidak akan berjalan optimal jika implementasinya hanya bersifat insidental atau tidak terintegrasi dengan strategi jangka panjang.
“Pengawasan berkelanjutan menjadi elemen penting agar regulasi tidak hanya dipahami sebagai tindakan sesaat, melainkan sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik,” jelasnya.
Di sisi lain, Ardiansyah menambahkan, pelaksanaan kebijakan publik juga tidak lepas dari tantangan teknis di lapangan. Salah satunya adalah koordinasi antar instansi yang terlibat dalam penegakan hukum. Razia yang dilakukan melibatkan Satpol PP, TNI, Polri, Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK), serta berbagai dinas terkait.
Selain itu, penegakan aturan juga harus mempertimbangkan aspek hak asasi manusia serta perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk anak-anak yang ditemukan dalam razia tersebut.
“Sinergi antar lembaga ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa kebijakan berjalan efektif dan tidak menimbulkan ketimpangan dalam pelaksanaannya. Ketika pemerintah menegakkan kebijakan, ada tanggung jawab untuk memastikan bahwa prosedurnya sesuai dengan standar hukum yang berlaku. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana hak individu tetap dihormati selama proses penertiban berlangsung,” bebernya
Berdasarkan kacamatanya, diperlukan adanya evaluasi kebijakan secara berkala. Menurutnya, efektivitas sebuah peraturan tidak bisa hanya diukur dari jumlah pelanggaran yang berhasil ditindak, tetapi juga dari perubahan perilaku masyarakat dalam jangka panjang. Jika setelah serangkaian operasi, pelanggaran tetap terjadi, maka perlu ada kajian ulang mengenai apakah kebijakan yang diterapkan benar-benar berhasil atau justru membutuhkan pendekatan yang lebih efektif.
“Pemerintah daerah harus memiliki mekanisme evaluasi untuk menilai sejauh mana kebijakan ini mencapai tujuannya. Jika hanya dilakukan dalam bentuk razia tanpa ada langkah lanjutan seperti program rehabilitasi, edukasi, atau pembinaan ekonomi bagi kelompok terdampak, maka kebijakan ini bisa kehilangan efektivitasnya,” jelasnya.
Di tengah berbagai perspektif yang muncul, masyarakat juga memberikan pandangannya mengenai kebijakan ini. Salah seorang warga Tarakan, Agustina menilai razia seperti ini perlu dilakukan secara rutin agar masyarakat lebih patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan.
“Kalau tidak ada pengawasan, orang-orang bisa semakin bebas melakukan hal-hal yang melanggar aturan. Saya rasa pemerintah sudah benar menegakkan aturan ini, asalkan dilakukan dengan cara yang benar dan tidak merugikan pihak lain,” katanya.
Di sisi lain, Yosia, seorang mahasiswa di Tarakan, mempertanyakan apakah kebijakan ini benar-benar berdampak positif dalam jangka panjang. Menurutnya, jika hanya mengandalkan razia tidak akan cukup tanpa adanya program pendidikan yang bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Penegakan aturan itu penting, tapi kalau hanya razia tanpa ada edukasi, efeknya bisa jangka pendek saja. Harus ada langkah lain, seperti sosialisasi tentang bahaya narkoba dan pergaulan bebas, agar orang paham kenapa aturan ini dibuat,” ungkapnya.
Sementara itu, respons juga datang dari pengelola hotel. Sugeng (nama samaran), merasa kebijakan ini perlu disertai dengan mekanisme yang lebih jelas agar tidak berdampak negatif pada sektor usaha. Ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap citra hotel setelah adanya razia.
“Kalau razia terus-terusan dilakukan tanpa ada koordinasi yang baik, pelanggan bisa takut menginap. Harus ada aturan yang lebih jelas agar hotel tidak merasa dirugikan, misalnya dengan adanya prosedur yang lebih transparan sebelum razia dilakukan,” tandasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina