benuanta.co.id, TARAKAN – Kemacetan di Kota Tarakan masih menjadi perbincangan, terutama dengan meningkatnya jumlah kendaraan setiap tahun.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tarakan, Ahmady Burhan, S.STP., mengatakan kemacetan di kota ini lebih bersifat terjadi pada jam-jam tertentu.
“Macet biasanya terjadi saat jam kerja, jam masuk sekolah atau ketika ada acara besar seperti tahun baru dan pernikahan. Di luar itu, lalu lintas masih terbilang lancar,” jelasnya, Kamis (13/2/2025).
Selanjutnya, Ahmady menjabarkan data kendaraan di Tarakan beberapa tahun terkahie. Pada 2021, jumlah kendaraan roda dua tercatat sebanyak 162.778 unit, sedangkan kendaraan roda empat berjumlah 17.974 unit.
Setahun kemudian, angkanya meningkat menjadi 170.835 unit untuk kendaraan roda dua dan 18.640 unit untuk kendaraan roda empat. Pada 2023, jumlah kendaraan kembali bertambah menjadi 179.348 unit untuk roda dua dan 19.421 unit untuk roda empat. Hingga awal 2024, jumlah kendaraan roda dua telah mencapai 188.215 unit, sementara kendaraan roda empat meningkat menjadi 20.188 unit.
“Tiap tahun terus mengalami peningkatan, serta ini belum termasuk plat luar yang masuk ke Tarakan,” jelasnya.
Ahmady juga mengungkapkan, proyeksi pertumbuhan kendaraan di tahun 2025. Berdasarkan analisis menggunakan regresi linear, jumlah kendaraan pada 2025 diperkirakan akan terus bertambah. “Pada tahun ini kemungkinan untuk roda dua mencapai 196.500 unit, sedangkan kendaraan roda empat diprediksi sekitar 20.911 unit,” imbuhnya.
Dishub, kata Ahmady, telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi dampak dari meningkatnya jumlah kendaraan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengoptimalkan pengaturan lalu lintas dengan berkoordinasi bersama kepolisian, terutama di titik-titik yang sering mengalami kepadatan. Selain itu, Dishub juga akan mengatur jam operasional kendaraan berat agar tidak mengganggu arus lalu lintas pada jam-jam sibuk.
“Beberapa ruas jalan juga kami kaji untuk kemungkinan dilakukan rekayasa lalu lintas, misalnya dengan pengaturan jalur satu arah atau perubahan lokasi parkir. Ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan yang sering terjadi di titik-titik tertentu,” tambahnya.
Sementara itu, pemerhati transportasi yang juga Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr. Ir. Muhammad Djaya Bakri, melihat pertumbuhan kendaraan sebagai sesuatu yang wajar, tetapi tetap harus diantisipasi dengan regulasi yang tepat.
“Kalau kendaraan masih bisa melaju dengan kecepatan 40 km/jam, itu belum bisa disebut macet. Macet itu ketika kendaraan benar-benar tidak bergerak dalam antrean panjang dalam waktu lama. Di Tarakan, fenomena ini masih jarang terjadi,” katanya.
Namun, ia juga mengingatkan semakin lama jumlah kendaraan akan terus bertambah, sementara jalan di Tarakan tidak mudah diperlebar. Ia menjeleaskan Tarakan ini memiliki wilayah yang terbatas. Tidak seperti kota di daratan yang bisa membangun jalan baru dengan mudah, maka dari itu harus benar-benar mempertimbangkan tata ruang.
“Jika tidak diatur dengan baik, ke depannya ketimpangan antara jumlah kendaraan dan kapasitas jalan akan semakin terasa,” ujarnya.
Menurut Djaya, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mencegah kemacetan di masa depan. Salah satunya adalah memperketat regulasi kendaraan pribadi. “Jika memang jumlah kendaraan terus meningkat, kita perlu mempertimbangkan regulasi seperti pembatasan kendaraan berdasarkan nomor pelat, aturan kepemilikan kendaraan atau pengembangan transportasi umum yang lebih baik,” imbuhnya.
Djaya juga menyoroti pentingnya rekayasa lalu lintas. Pemerintah perlu terus mengkaji jalur-jalur mana yang bisa direkayasa agar lebih efisien.
“Jika ada jalur yang bisa dibuat satu arah atau persimpangan yang perlu diubah sistemnya, itu harus segera dilakukan,” tambahnya.
Meski begitu, Djaya juga menegaskan regulasi yang baik tidak akan efektif tanpa kesadaran masyarakat. Kesadaran berlalu lintas juga perlu ditingkatkan. Banyak kemacetan terjadi bukan hanya karena jumlah kendaraan yang banyak, tapi juga karena perilaku pengguna jalan yang kurang disiplin.
“Contohnta seperti parkir sembarangan di bahu jalan atau melanggar aturan lalu lintas,” tandasnya.
Sementara itu, warga Tarakan memiliki pandangan beragam terkait kemacetan. Aulia Ningsih, seorang pegawai swasta, mengaku sering terjebak kemacetan di pagi hari.
“Kalau pas jam kerja, terutama di jalan-jalan utama, pasti padat. Kadang harus berangkat lebih awal biar nggak terlambat,” katanya.
Di sisi lain, Ardinan, seorang pengemudi ojek online, merasa kemacetan di Tarakan masih dalam batas wajar.
“Hanya di titik tertentu saja yang macet, seperti di depan sekolah atau perempatan tengah kota. Selebihnya masih bisa jalan,” tutupnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Yogi Wibawa