benuanta.co.id, NUNUKAN – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nunukan terus berupaya meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait layanan kesehatan yang dapat ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan, Sabaruddin, menyampaikan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan mengenai prosedur pelayanan serta hak dan kewajiban peserta masih perlu ditingkatkan.
“Prosedur pelayanan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan seringkali menjadi titik persoalan antara masyarakat dan rumah sakit,” kata Sabaruddin, Rabu (12/2/2025).
Sabaruddin menyampaikan, bahwa RSUD Nunukan selama ini menghadapi keterbatasan dalam kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebab perjanjian yang dibuat lebih banyak mengikuti ketentuan dari BPJS Kesehatan. Sosialisasi mengenai prosedur pelayanan, serta hak dan kewajiban peserta, masih perlu ditingkatkan oleh BPJS Kesehatan.
“Jika masyarakat tidak memahami prosedur pelayanan yang berlaku, maka yang akan terdampak adalah mereka sendiri dan pihak rumah sakit,” ucapnya.
Sabaruddin mengungkapkan, ahwa regulasi yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan sebenarnya merupakan kebijakan pemerintah pusat yang diimplementasikan oleh BPJS Kesehatan. Namun, jika RSUD Nunukan memberikan pelayanan di luar ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, maka biaya tersebut tidak akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Sosialisasi mengenai pelayanan kesehatan tidak bisa dilakukan hanya sekali, tetapi perlu dilakukan secara berkelanjutan. Saat ini, sosialisasi tersebut seolah-olah menjadi beban bagi fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
“BPJS Kesehatan selalu menyatakan bahwa semua pelayanan ditanggung. Namun, jika ada rumah sakit yang menolak pelayanan pasien, maka rumah sakit tersebut dianggap tidak memberikan layanan. Kami akui, memang terkadang kami terpaksa menolak, karena jika kami terima, rumah sakit akan mengalami kerugian, dan kami bingung siapa yang akan menanggung biaya perawatan pasien tersebut,” ungkapnya.
Sabaruddin meminta agar BPJS Kesehatan Nunukan dapat menugaskan karyawan secara penuh di RSUD Nunukan, sehingga jika terjadi kendala, masalah dapat segera diselesaikan.
“Kami meminta agar ada petugas khusus ditugaskan di RSUD Nunukan yang dapat berkoordinasi langsung dengan para dokter terkait pelayanan pasien yang dapat diklaim melalui BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Layanan pembayaran atau klaim untuk pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan, yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan mengacu pada regulasi yang ditetapkan dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tarakan, Yusuf Eka Darmawan, mengatakan, penerbitan Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) oleh Kementerian Kesehatan bertujuan untuk mengatur agar pelayanan klaim terhadap pasien sesuai dengan mekanisme yang berlaku, selain itu juga untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian pembayaran.
“BPJS Kesehatan dalam melaksanakan penjaminannya mengacu pada regulasi yang berlaku, sehingga semua aspek medis sudah diatur dalam pedoman klinis masing-masing profesi. Itulah yang kami terapkan,” ujar Yusuf.
Dicontohkannya, pasien yang menderita Papiloma atau benjolan kulit yang bersifat jinak, memiliki nomor kode yang berbeda dengan pasien yang menderita penyakit tumor.
Oleh sebab itu jika ada pasien yang menderita tumor harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dokter melalui diagnosa Patologi Anatomi (PA). Tujuannya untuk memastikan agar klaim pembayaran terhadap pasien sesuai dengan penyakit yang diderita, untuk menghindari terjadinya kelebihan bayar.
”Untuk di Kalimantan Utara sepanjang tahun 2024 yang lalu, lebih dari 1.000 klaim pembayaran BPJS ditunda. Diantaranya sebanyak 100 kasus yang terjadi di Nunukan, karena rumah sakit belum bisa memberikan klarifikasi yang jelas, setelah klarifikasi ada yang dibayarkan, ada juga mereka koreksi bahwa ternyata kodenya disesuaikan dengan PNPK, ya kita bayar, lebih baik kita cegah daripada dilakukan pengembalian,” ungkapnya.
Penundaan pembayaran klaim pelayanan kesehatan terhadap rumah sakit dilakukan untuk memastikan nomor kode yang digunakan oleh dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien telah sesuai dengan regulasi yang diatur dalam PNPK, jika sudah dilakukan verifikasi maka langsung dilakukan pembayaran.
Lebih lanjut, Yusuf Eka Darmawan, mengatakan, sementara itu, jika terjadi perselisihan maka persoalan tersebut diselesaikan dalam forum Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB).
Dikatakannya, tim tersebut merupakan lembaga independen yang dibentuk oleh BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Tim TKMKB terdiri dari unsur akademisi, pakar klinis dan organisasi profesi.
“Tim TKMKB berperan sebagai wasitnya BPJS, yang menentukan, apakah ini layak dibayar atau tidak,” ucapnya.
Dalam meningkatkan komunikasi dengan pihak rumah sakit dan masyarakat, BPJS Kesehatan membuka layanan pengaduan, mulai dari layanan mobile JKN, call center, bpjs mobile, datang ke BPJS, pandawa dan lain-lain.
“Karena ini era transformasi digital, sehingga kita dorong layanan pengaduan secara online, namun karena di Nunukan ini tidak semua paham tentang digital. Maka kami punya solusi yang sudah kita rintis, melaksanakan sosialisasi di tingkat Rukun Tetangga (RT) melalui program BPJS Ombudsman Ketemu Warga (OTW),” terangnya.
Setidaknya, sebanyak 21 kriteria yang tidak ditanggung oleh BPJS kesehatan di antaranya penyakit yang berupa wabah atau kejadian luar biasa.
Lalu, perawatan yang berhubungan dengan kecantikan dan estetika, seperti operasi plastik. Perataan gigi seperti behel. Penyakit akibat tindak pidana, seperti penganiayaan atau kekerasan seksual. Penyakit atau cedera akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau usaha bunuh diri.
Selain itu, penyakit akibat konsumsi alkohol atau ketergantungan obat. Penyakit yang tidak di-cover BPJS Kesehatan lainnya ialah terkait dengan pengobatan mandul atau infertilitas. Penyakit atau cedera akibat kejadian yang tak bisa dicegah, seperti tawuran. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan, alat kontrasepsi, perbekalan kesehatan rumah tangga.
Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.
Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta.
Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial dan pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain serta pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Yogi Wibawa