benuanta.co.id, NUNUKAN – DPRD Nunukan gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait laka laut speedboat Cinta Putri 3 yang menelan korban jiwa di perairan Tinabasan. RDP tersebut menghadirkan sejumlah instansi terkait pada Senin, 3 Januari 2025.
Rapat tersebut berjalan alot, bahkan tiga instansi yakni Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Nunukan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Nunukan dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) saling melempar kewenangan berdasarkan regulasi yang masing-masing dipegang oleh instansi tersebut.
Ketua DPRD Nunukan, Hj Rahma Leppa menyoroti kasus laka laut yang menelan korban jiwa ini. Menurutnya, instansi terkait harus bertanggung jawab pasalnya, ia menyoroti kelayakan speedboat yang berjalan serta keamanan bagi para penumpang.
“Speed ini jalan tidak ada pelampung, tidak ada izin berlayar. Harus nya ada instansi yang bisa menegur dan melakukan pengawasan sebelum speedboat ini jalan,” kata Rahma.
Ia juga menyesalkan kejadian tersebut terjadi, dan menyoroti instansi terkait yang terkesan lepas tangan setelah terjadinya kasus. Sehingga ia mempertanyakan instansi mana yang memiliki kewenangan atas keselamatan pelayaran.
Kepala Dishub Nunukan, Muhammad Amin mengingatkan berdasarkan kewenangan, dalam hal ini Dishub Nunukan pada Undang-Udang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Untuk kami saat ini hanya mengelola 26 dermaga laut atau tradisional yang ada di Nunukan, kalau untuk di Pulau Nunukan ini yang kita kelola itu hanya Sungai Bolong, Inhutani, Yamaker dan dermaga Sei Jepun,” kata Amin.
Sementara itu, terkait keselamatan pelayaran, Amin mengatakan jika kewenangan itu ada di pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian melalui KSOP dan BPTD.
Dikatakannya, sebelumnya Dishub Nunukan memang memiliki kewenangan terkait SKK, SIB, namun kewenangan itu telah ditarik sejak tahun 2020 lalu. Sehingga, Dishub Nunukan hanya memiliki kewenangan dalam hal fasilitasi dan pengelolaan dermaga sebagai tempat tambatan perahu atau speedboat dengan menarik retribusi tambatan berlabuh.
Kepala KSOP Nunukan, Ahmad Kosasi mengatakan untuk speedboat reguler itu sudah diserah terimakan dari Kementerian Perhubungan laut, dalam hal ini KSOP ke Kementerian Darat yakni BPTD. Sementara itu, terkait speedboat non reguler atau di bawah GT 7, yang sebelumnya ditangani oleh KSOP namun setelah itu dialihkan ke Dishub.
“Jadi dulu memang itu sempat jadi kewenangan kita, namun setelah ada serah terima, kita tidak pernah lagi mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk speedboat di bawah GT 7 dan untuk speedboat reguler di atas GT 7. Jadi Kita bukan ingin melempar tanggung jawab, namun ini berdasarkan regulasi dan kebijakan yang ada,” kata Kosasi.
Sementara itu, perwakilan BPTD Provinsi Kaltara, Rizki menguraikan mengenai kewenangan keselamatan pelayaran sejak tahun 2021 telah diserahkan dari Dirjen Perhubungan Laut KSOP ke Dirjen Perhubungan Darat dalam hal ini BPTD yang hanya mencakup pada pelayaran angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
“Kalau soal kewenangan, kami BPTD hanya melayani angkutan lingkup kerja kami, hanya angkutan sungai dan danau,” kata Rizki.
Dikatakannya, berdasarkan letak geografis wilayah Kabupaten Nunukan, banyak sungai yang beririsan dengan laut. Sehingga, pihaknya hanya punya wewenang di sungai. Terlebih angkutan sungai hanya khusus sungai tidak untuk laut ataupun yang beririsan dengan laut.
Mendengar jawab BPTD tersebut, sekretaris Komisi I DPRD Nunukan, Muhammad Mansur menganggap BPTD Nunukan lepas tanggung jawab dan melakukan pemberian.
Rapat makin alot dan memanas saat BPTD diminta untuk meninggalkan ruang rapat lantaran dianggap tidak ada keseriusan dalam mengikuti rapat tersebut.
“Semua kepala dinas dan instansi di sini datang, tapi dari BPTD hanya mengirim stafnya. Untuk apa mereka di sini kalau mereka sendiri tidak bisa mengambil keputusan atau kebijakan,” kata Mansur.
Sementara itu, Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama angkat bicara terkait persoalan ini. Ia meminta agar tiga instansi terkait bersama dengan DPRD Nunukan mendatangi Dirjen Perhubungan Darat di Jakarta untuk membahas terkait kewenangan ini sehingga ada jalan keluar dari persoalan tersebut.
“Kalau perlu kita berikan mereka waktu tiga bulan, untuk menempatkan tambahan personel di sini. Kalau mereka tidak bisa menjalankan kewenangan mereka, kita minta mereka kembalikan kewenangan itu ke pemerintah daerah,” kata Andre.
Ditambahkan Ketua Komisi II, Andri Fajrul Syam menjelaskan jika terus membahas terkait kewenangan, maka persoalan tidak akan menemui titik penyelesaian.
“Dari semuanya saling melempar kewenangan, jadi kita mendorong untuk untuk di ajukan Desentralisasi kebijakan pusat di alihkan ke daerah,” kata Fajrul.
Dikatakannya, terkait keselamatan selama pelayaran, ia meminta kepada tiga instansi terkait untuk dapat melakukan pengawasan khususnya terkait penggunaan life jacket.
“Sebelum ada regulasi dari pusat, sekarang ini KSOP, BPTD, dan Dishub harus memastikan keselamatan para penumpang. Jangan sampai kejadian ini kembali terulang lagi,” ucapnya.
Sehingga, ia mendorong kepada instansi terkait untuk turun ke lapangan memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya menggunakan life jacket. Bahkan, jika ada penumpang atau motoris yang tidak mengindahkan agar tidak diberikan izin untuk berangkat. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Nicky Saputra