benuanta.co.id, NUNUKAN – Kain tenun tradisional yang dibuat secara manual oleh masyarakat di RT 31, Nunukan Barat, menjadi sorotan. Ketua RT 31, yang juga turut serta dalam pengembangan produk ini, menyampaikan harapannya agar kain tenun tersebut dapat menjadi bagian dari sektor pariwisata lokal, mengingat proses pembuatannya yang unik dan penuh nilai budaya.
Ketua RT 31 Kampung Timur, Nunukan Barat, Januarius Namaola, menyampaikan pemerintah daerah pernah melakukan kunjungan ke lokasi untuk melihat secara langsung proses pembuatan kain tenun ini. Selain itu, Dinas Sosial dan beberapa instansi terkait juga sudah pernah turun ke lapangan untuk melakukan wawancara dan mengambil foto. Namun, sayangnya, kunjungan tersebut tidak berlanjut dengan tindakan konkret yang mendukung keberlanjutan usaha tenun tradisional ini.
“Saya berharap agar perhatian terhadap kain tenun tradisional ini tidak berhenti pada kunjungan dan dokumentasi semata. Seharusnya, ada tindak lanjut yang lebih nyata, misalnya dengan memasukkan kain tenun ini sebagai bagian dari industri pariwisata. Jika ini bisa ditindaklanjuti, kita bisa menampilkan kain tenun ini pada pameran budaya, sehingga masyarakat luar bisa mengenal lebih dalam tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap helai kain,” kata Januarius, kepada benuanta.co.id, Jumat (24/1/2025).
Kain tenun yang dibuat oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tinggal di Nunukan ini memiliki proses pembuatan yang sangat tradisional dan memerlukan ketelitian serta keterampilan tinggi. Menurut Ketua RT 31 Kampung Timur Januarius, produk ini bukan hanya sekadar kain, tetapi juga menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian besar keluarga di wilayah tersebut. Oleh karena itu, ia menilai penting untuk memberikan perhatian lebih agar tenunan ini tidak hanya dikenal sebagai produk lokal, tetapi juga sebagai bagian dari kekayaan budaya yang dapat dipromosikan dalam kegiatan pariwisata.
“Saya yakin jika ini bisa dikembangkan, kain tenun tradisional ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisata yang menarik bagi para pengunjung. Selain dapat meningkatkan ekonomi warga, kita juga bisa mengenalkan budaya tenun yang kaya akan filosofi dan sejarah dari daerah asal pengrajin,” tambahnya.
Dia berharap agar pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, dapat lebih serius dalam mendukung pengembangan kain tenun tradisional ini. Ia juga mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan melestarikan warisan budaya ini, yang tak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga potensi yang bisa mengangkat pariwisata daerah.
Sebagai langkah awal, ia menyarankan agar ada program pelatihan dan promosi yang dapat membantu pengrajin untuk meningkatkan kualitas produk dan memperluas pasar. “Kita punya potensi yang besar. Yang dibutuhkan adalah perhatian dan dukungan berkelanjutan,” tutupnya. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Ramli