Masyarakat Keluhkan Pembayaran Pajak BPHTB Mengacu Informasi ZNT, Begini Penjelasan Bapenda Nunukan

benuanta.co.id, NUNUKAN – Mekanisme pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan (BPHTB) yang mengacu kepada tarif Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dikeluhkan oleh masyarakat yang dinilai menyulitkan dan mahal.

Hal ini seperti yang dikeluhkan seorang warga Nunukan Barat, Niko Hartono yang mempertanyakan kebijakan yang dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Nunukan yang dinilai telah menentukan tarif pembayaran pajak BPHTB dengan mengacu pada ZNT.

”Sekarang di Bapenda untuk pembayaran pajak daerah BPHTB itu, mereka mengacu kepada zona nilai tanah, bukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), padahal disatu sisi kita sebagai masyarakat menjadi bingung apakah ZNT ini tadi sudah menjadi suatu kesatuan dalam payung hukum peraturan daerah atau peraturan bupati, dasarnya Bapenda menggunakan ZNT ini apa,” kata Niko, Kamis (23/1/2025).

Niko menyampaikan, kesulitan ini ia hadapi saat ia akan melakukan pembayaran BPHTB, yang mana hingga saat ini lahan seluas 1.916 M2 yang telah ia beli belum dapat dilakukan proses balik nama karena terkendala dalam mengurus dokumen BPHTB. Oleh sebab itu, ia meminta agar pembayaran BPHTB tetap mengacu kepada NJOP agar proses penerbitan sertifikat tanah dapat segera terselesaikan.

Pasalnya Niko mengatakan jika pembayaran BPHTB mengacu pada NJOP nilainya lebih rendah, namun jika mengikuti nilai transaksi jual beli maka akan lebih mahal.

”Sebagai warga negara yang baik, saya bersedia melakukan pembayaran pajak yang penting sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, kalau memang ada aturan yang menyampaikan bahwa mengacu pada ZNT tidak masalah yang penting jelas,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nunukan, Fitraeni saat dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan, pembayaran BPHTB selama ini tetap mengacu kepada NJOP tidak pernah mengacu kepada informasi ZNT.

“Untuk mekanisme pembayaran pajak BPHTB telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nunukan Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, dijelaskan lebih detail dalam pasal 11 hingga pasal 19 dengan mengacu kepada NJOP dengan nilai tarif pajak BPHTB sebesar 5 persen,” kata Fitraeni.

Dikatakannya, informasi ZNT yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten Nunukan hanya berupa informasi harga nilai tanah sehingga tidak menjadi dasar bagi Bapenda untuk menentukan besaran pajak BPHTB terhadap wajib pajak.

”Setiap warga yang melakukan permohonan penerbitan BPHTB, kami akan melakukan verifikasi secara langsung ke lapangan, untuk memastikan kesesuaian nilai harga jual beli tanah yang dilakukan antara penjual dan pembeli, hal itu bertujuan untuk mengantisipasi adanya indikasi pengurangan harga jual tanah dengan tujuan menghindari pembayaran pajak,” ungkapnya.

Lebih lanjut Fitraeni mencontohkan, penjual dan pembeli tanah melakukan transaksi harga tanah misalnya Rp.100.000 per meter, namun yang dilaporkan dalam NJOP hanya senilai Rp 20.000 per meter, sehingga adanya indikasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan verifikasi peninjauan ke lapangan secara langsung.

“Kita mengacu kepada NJOP, namun apabila nilai NJOP lebih kecil dari nilai transaksi maka untuk BPHTB itu kita mengacu pada nilai transaksi jual belinya, itulah yang kemudian kita pastikan lagi apakah nilai transaksi jual beli itu sesuai dengan ZNT atau tidak. Pada prinsipnya kita hanya mengharapkan kejujuran dari masyarakat,” pungkasnya. (*)

Reporter: Novita A.K
Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *