benuanta.co.id, NUNUKAN – Maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penyeludupan PMI yang terjadi di Kabupaten Nunukan, Komisi I DPRD Nunukan lakukan koordinasi ke Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar.
Pertemuan yang dilaksanakan pada (15/1/2024) ini dihadiri Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah ST, Sekretaris Komisi I DPRD Nunukan, Muhammad Mansur, Kepala Disnaker Provinsi Sulsel Dr. Jayadi Nas, S.Sos. M.Si beserta jajaran dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota Sulawesi Selatan.
Sekretaris Komisi I DPRD Nunukan, Muhammad Mansur, mengungkapkan koordinasi yang dilakukan ini sebagai bentuk keprihatinan DPRD Nunukan terhadap nasib Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sulawesi Selatan, khususnya yang bekerja secara ilegal di Malaysia yang selama ini melalui jalur-jalur ilegal yang ada di Kabupaten Nunukan.
Bukan tanpa alasan, selama ini sebagian besar para PMI yang berhasil terjaring oleh Aparat Penegak Hukum yang hendak ke Malaysia bahkan para PMI yang di deportasi dari Malaysia sebagian besar merupakan warga Sulawesi Selatan.
“Banyaknya warga dari Sulsel, seperti dari kabupaten seperti Bulukumba, Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Gowa, Pinrang, dan Barru yang menjadi PMI tanpa dokumen resmi, kondisi ini membuat PMI yang berasal dari kabupaten tersebut rentan terhadap eksploitasi dan deportasi di Malaysia,” ungkapnya.
Sehingga, dengan adanya koordinasi ini, ia berharap adanya sinergitas dengan Disnaker Provinsi Sulsel, agar masalah ini cepat terselesaikan secara komprehensif.
“Karena kalau boleh kita jujur Nunukan selalu menjadi tempat penampungan PMI yang bermasalah, karena itu kami mengajak disnaker provinsi untuk bersama sama menyikapi permasalahan ini, ikut memonitoring dokumen resmi PMI yang hendak diberangkatkan dari Sulsel ke Malaysia,” jelasnya.
Mansur menekankan ini adalah alarm bagi semua pihak untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi WNI yang menjadi PMI.
Dibeberkannya, berdasarkan data BP3MI Nunukan sekitar 23.000 PMI asal Sulsel bekerja resmi di Malaysia. Namun, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekira 500.000 orang yang bekerja secara ilegal.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama karena pekerja ilegal menghadapi risiko eksploitasi dan minimnya akses ke layanan kesehatan,” jelasnya.
Selain itu, sebagai langkah konkret yang diusulkan Komisi I DPRD Nunukan adalah mendirikan rumah singgah bagi PMI yang dideportasi.
Menurutnya, rumah singgah ini akan menjadi tempat sementara sebelum PMI dipulangkan ke kampung halaman, dengan pengelolaan oleh BP3MI Kaltara atau kementerian terkait.
“Yang paling penting juga yakni perlu adanya edukasi masyarakat tentang risiko bekerja ilegal. Kita mendorong pemerintah daerah hingga tingkat RT untuk aktif memberikan sosialisasi tentang prosedur yang aman dan legal bagi calon PMI,” jelasnya.
Sehingga DPRD Nunukan berharap Disnaker Provinsi Makassar dapat memperketat pengawasan terhadap PMI, begitu juga dengan PJTKI Sulsel.
Hal ini lantaran ketika pemerintah Malaysia mendeportasi warga dari Sulawesi Selatan, Nunukan menjadi pintu penampungan PMI sebelum di berangkatkan ke kampung halaman masing-masing.
“Yang harus kita ingat PMI ini adalah pahlawan devisa yang harus kita lindungi, jangan sampai mereka menjadi korban dari human trafficking, sehingga harus ada komitmen dan sinergitas dari semua pihak baik itu di wilayah asal maupun kita di Nunukan,” tutupnya. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Ramli