Terjerat TPPO, Sopir hingga Buruh Pelabuhan Tunon Taka Minta Solusi   

benuanta.co.id, NUNUKAN – Pengungkapan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum memantik reaksi sejumlah profesi yang ada di wilayah Pelabuhan Tunon Taka Nunukan. Hal ini lantaran adanya sopir taksi, buruh pelabuhan, motoris speedboat, dan pengurus penumpang yang diamankan oleh aparat.

Melihat kondisi ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Gelora Indonesia Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kabupaten Nunukan untuk mencari solusi persoalan ini, Senin (18/11/2024).

Direktur Wilayah YLBH Gelora Kaltara, Gazalba mengatakan kedatangan mereka ke kantor DPRD Nunukan atas permintaan beberapa sopir taxi, buruh pelabuhan, motoris speed, dan pengurus penumpang agar mendapatkan solusi sehingga bisa terhindar dari jeratan TPPO.

“Beberapa sopir taksi, buruh pelabuhan diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka TPPO padahal mereka ini hanya bekerja menjual jasa. Karena sepengetahuan saya perdagangan orang itu hubungan antara orang yang ada di Malaysia meminta untuk dicarikan pekerja agar dikirim ke Malaysia. Sedangkan posisi saudara-saudara kita yang tangkap ini mereka hanya bekerja sesuai profesi mereka,” kata Gazalba.

Gazalba mengatakan, para sopir dan buruh yang diamankan ini seharusnya tidak bisa dikatakan melakukan TPPO. Begitupun kepada sejumlah pengurus yang diamankan lantaran tidak memiliki badan hukum namun memfasilitasi keberangkatan PMI ke Malaysia.

“Makanya kami ke sini, meminta solusi agar saudara-saudara kami yang bekerja di sekitar pelabuhan bisa terhindar dari jeratan TPPO,” ungkapnya.

Sementara itu Koordinator Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Jabbar menyebut para masyarakat yang diamankan tak terlibat dalam kasus TPPO.

Baca Juga :  Akhir Desember Kasus Kadis DPMD Nunukan Diputuskan Tim Hukdis

“Bukan kah perdagangan orang itu ketika mereka membujuk dengan diiming-imingi gaji, lalu direkrut dan dibawa ke Malaysia untuk diperdagangkan. Itu baru yang dinamakan dengan TPPO. Makanya kami juga minta kepada pihak kepolisian untuk menjelaskan terkait definisi TPPO,” kata Jabbar.

Menanggapi hal itu, Kanit Idik II Pidum Satuan Reserse Kriminal Polres Nunukan, Aiptu Ali Murtaji mengatakan TPPO tidak hanya dapat diartikan sebagai perdagangan orang. Sebab makna perdagangan sangat luas.

“Karena di dalam pasal TPPO sendiri ada proses yang bisa memenuhi unsur-unsur dalam pasal TPPO. Seperti ada proses, ada cara, ada tujuan hingga terjadinya tindak pidana,” jelas Ali.

Lanjut Ali, proses yang dimaksud dalam hal ini bisa dikatakan dengan saat perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik itu dengan pengangkutan dan pemindahan. Kemudian untuk cara adalah modus yang dilakukan oleh para tersangka seperti janji dan iming-iming. Bahkan para PMI banyak ditawari untuk pergi bekerja di Malaysia tanpa membayar ongkos jalan namun pada akhirnya dijadikan sapi perah, bekerja tanpa mendapatkan upah.

“Ini adalah praktik-praktik bagaimana tindak pidana ini bisa terjadi. Bahkan, kita pernah menangani kasus yang mana seorang anak ditawari bekerja di Kecamatan Sebuku. Namun speedboat yang membawa mereka ini justru mengantarkan mereka ke Malaysia. Di sana mereka harus bekerja. Setelah orang tuanya melapor kita mencari cara sehingga anak-anak ini bisa dipulangkan kembali,” ungkapnya.

Menanggapi penyampaian YLBH Gelora terkait adanya buruh dan supir di pelabuhan yang diamankan, Ali mengatakan penyidik bisa menetapkan sebagai tersangka lantaran memiliki dua alat bukti yang cukup.

Baca Juga :  22 Pengidap HIV di Nunukan Jalani Pengobatan Rutin

“Untuk kasus ini, bukan dari kami Polres Nunukan yang melakukan upaya paksa. Kasus tersebut ditangani oleh Polda Kaltara. Namun, pada prinsipnya tidak mungkin penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka apabila tidak ada alat bukti yang cukup,” tegasnya.

Masih Ali, dirinya membeberkan jika ada niat namun tidak disertai dengan pelaksanaan atau perbuatan, maka tidak bisa dikatakan telah melakukan tindak pidana. Namun, jika ada niat disertai dengan perbuatan maka di situ telah ditemukan adanya tindak pidana.

Di kesempatan yang sama Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara Kombes Pol F Jaya Ginting mengatakan, pengungkapan TPPO merupakan kerisauan bersama dalam kemanusiaan.

“Kita berharap bahwa kita di sini tidak mengaminkan perbuatan yang salah dan tidak membenarkan perbuatan yang dilakukan oleh calo-calo,” kata Ginting.

Ginting mengatakan, PMI adalah warga negara Indonesia yang memiliki dokumen persyaratan yang lengkap sebagai pencari kerja di luar negeri dan mendapatkan gaji.

Selama ini para PMI yang sebagian besar berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya transit di Kabupaten Nunukan. Sebagai wilayah transit, Kabupaten Nunukan harus tetap menjaga sistem dan menjalankan aturan terkait bagaimana kita bisa menyelesaikan persoalan terkait PMI ini.

Tak pelak, para PMI wajib dilindungi sebab PMI merupakan penyumbang devisa negara. Sehingga, pemerintah harus melindungi para pekerja migran dengan cara menindak para calo-calo penjahat kemanusiaan yang selama ini hanya memanfaatkan dan memperoleh keuntungan dengan memfasilitasi para PMI secara ilegal.

Baca Juga :  Imigrasi Nunukan Komitmen Cegah TPPO dan Penyeludupan Pekerja Migran di Perbatasan

“Untuk menyelesaikan ini kita semua harus bergandengan tangan, tidak hanya persoalan ini bisa diselesaikan oleh BP3MI saja. Terkait para sopir ataupun buruh hingga pengurus yang diamankan tidak mungkin pihak kepolisian bisa berani melakukan penindakan apabila unsur pidana tidak terpenuhi,” ungkapnya.

Mengatasi TPPO di Kaltara, khususnya di Kabupaten Nunukan Giting menyebut harus ada ketaatan dan ketertiban sehingga bisa mencari solusi yang baik.

“Kita juga berharap ke depannya adanya komunikasi yang baik antara APH dan para sopir hingga buruh yang ada di Kabupaten Nunukan, sehingga ketika mendapatkan tawaran untuk menjemput orang agar melaporkan ke pihak keamanan sehingga kalian dapat dibentengi agar tidak terjerat dengan TPPO,” imbuhnya.

Menanggapi persoalan ini Anggota Komisi I DPRD Nunukan, Mansur Rincing menyampaikan, berdasarkan hasil RDP ini DPRD Nunukan memiliki kesimpulan bahwa pemerintah daerah, penegak hukum dan unsur terkait untuk dapat melaksanakan sosialisasi terkait TPPO kepada masyarakat yang melakukan pekerjaan ke luar negeri. Begitu juga kepada sejumlah profesi yang ada di pelabuhan agar ke depannya tidak ada lagi terjerat TPPO.

“Kemudian kepada BP3MI Kaltara agar dapat berkoordinasi dengan baik dengan perusahaan tempat para PMI bekerja agar para PMI bisa mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja migran,” tandas Mansur. (*)

Reporter: Novita A.K

Editor: Yogi Wibawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *