Bakamla Pastikan tak Ada Kapal Penjaga Pantai China di Natuna Utara

Jakarta – Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI memastikan tidak ada kapal penjaga pantai (coastguard) China yang berlayar di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.

Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Irvansyah memastikan hal itu saat dihubungi di Jakarta, Senin.

“Saat ini, sudah tidak ada aktivitas kapal coastguard China,” kata Irvansyah.

Dia lanjut menegaskan bahwa kapal-kapal Bakamla secara bergantian terus berpatroli di Laut Natuna Utara setiap harinya.

Dia menyebut di Laut Natuna Utara setiap harinya ada satu kapal patroli Bakamla yang dikerahkan.

Bakamla saat ini diperkuat total 10 kapal patroli yang tersebar di tiga wilayah operasi, yaitu di Zona Maritim Barat yang membawahi perairan sekitar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan, kemudian Zona Maritim Tengah yang membawahi perairan sekitar Pulau Sulawesi dan Kepulauan Sunda Kecil, dan terakhir Zona Maritim Timur yang membawahi perairan sekitar Kepulauan Maluku dan Papua.

Baca Juga :  Menaker: Formula UMP 2025 Masih Dibahas dan Inflasi jadi Pertimbangan

Di Laut Natuna Utara, kapal penjaga pantai China CCG 5402 bulan lalu sempat masuk perairan yurisdiksi Indonesia dan mengganggu aktivitas survei seismik PT Pertamina yang menggunakan kapal MV Geo Coral. Kapal patroli Bakamla pun tiga kali mengusir kapal penjaga pantai China itu, yaitu pada 21 Oktober, 24 Oktober, dan 25 Oktober.

Bakamla RI dalam siaran resminya menegaskan Bakamla RI bakal terus mengawasi secara ketat aktivitas di Laut Natuna Utara demi memastikan survei seismik di perairan itu berjalan tanpa gangguan.

Baca Juga :  Mendagri Minta Pemda Pelajari Kriteria MBR untuk Pembebasan BPHTB

“Operasi ini juga mencerminkan komitmen Bakamla RI dalam menjaga ketertiban dan keamanan maritim di perairan strategis Indonesia,” demikian siaran resmi Bakamla RI.

Laut Natuna Utara merupakan perairan yurisdiksi Indonesia di Laut China Selatan, yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Walaupun demikian, China secara sepihak mengklaim perairan itu masuk dalam yurisdiksinya berdasarkan alasan historis 10-dash-line. Klaim 10-dash-line China itu mencakup seluruh perairan Laut China Selatan.

Walaupun demikian, klaim sepihak China itu bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982. Indonesia dan China masuk dalam daftar negara yang meratifikasi UNCLOS.

Baca Juga :  PGRI Kawal Janji Pemerintah soal Kesejahteraan dan Perlindungan Guru

Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping pada 9 November 2024 sepakat untuk bekerja sama mengelola perairan yang diklaim secara tumpang tindih (overlapping claim), dan dua negara juga sepakat membentuk Inter-Governmental Joint Steering Committee mengikuti aturan hukum dan regulasi yang berlaku di masing-masing negara.

Kemlu menegaskan pernyataan bersama dua presiden itu bukan pengakuan Indonesia terhadap klaim sepihak China, karena Indonesia tetap tunduk terhadap UNCLOS dan hukum internasional.

 

Sumber : Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *