Yusril Ihza M, Penulis Pidato Soeharto yang jadi Menko di Kabinet Baru

Jakarta – Perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2024 yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi menjadi panggung sempurna bagi Yusril Ihza Mahendra untuk mendemonstrasikan kebolehannya selaku seorang pakar hukum.

Kala itu, Yusril mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum 02 yang bertugas untuk mempertahankan kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Yusril menghadapi permohonan yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Kedua pasangan tersebut menggugat keabsahan kemenangan Prabowo-Gibran.

Berbagai argumen, bantahan, dan strategi yang diorkestrasi oleh Yusril berbuah manis, yakni keberhasilan timnya mempertahankan keabsahan kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terpilih pada Pilpres 2024.

Keberhasilan tersebut menjadi bukti nyata kepiawaian Yusril. Sukses besar ini ikut mengantar pakar hukum ini menempati singgasana baru, yakni Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan.

Sebuah kementerian yang baru tercipta pada Kabinet Merah Putih—nama kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Kalau ditanya kepada saya apakah siap melaksanakan tugas-tugas yang mungkin akan diserahkan, yaitu menangani masalah-masalah hukum, pembangunan hukum, penegakan hukum, insya Allah saya akan menjalankan tugas-tugas itu,” ucap Yusril.

Penulis pidato Soeharto

Sosok kelahiran Belitung Timur, Bangka Belitung, ini memiliki karier politik yang pasang surut. Berangkat dari kariernya sebagai pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yusril yang aktif berorganisasi itu berhasil membangun jembatan yang membawanya ke kancah perpolitikan nasional.

Yusril mendapat panggilan untuk bekerja di Sekretariat Negara, yang kala itu dinakhodai oleh Moerdiono, dan bertugas untuk menyiapkan naskah-naskah Kepresidenan. Naskah-naskah tersebut meliputi surat-menyurat hingga pidato Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto.

Baca Juga :  Tak Ada Indikasi PSU, KPU Tarakan Persiapan Rekapitulasi Suara Tingkat Kota

Sebagaimana yang Yusril tuangkan dalam blog pribadinya, salah satu naskah yang ia tulis merupakan naskah pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya, tanggal 21 Mei 1998.

“(Naskah itu) dibacakan oleh Presiden Soeharto di hadapan umum, di Istana Negara, pada tanggal 21 Mei 1998. Saya sendiri ada di situ, sebagai saksi sejarah dari peristiwa ketatanegaraan yang langka terjadi di negara kita,” demikian Yusril tuangkan dalam tulisannya.

Sejak saat itu, karier politiknya pun menanjak. Yusril mendirikan partai politik, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), bersama para reformis muslim. Pada 1998–2005, Yusril menjabat sebagai Ketua Umum PBB dan berhasil mengantar partai tersebut untuk mendulang suara sebesar 2,84 persen dan menempatkan 13 wakilnya di parlemen.

Lebih lanjut, dalam pemilihan presiden di Sidang MPR RI pada Oktober 1999, Yusril memperhitungkan bahwa ia bisa mendulang 232 suara di MPR, sementara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mendapatkan 306 suara dan Ketua Dewan Penasihat PKB Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 185 suara.

Meski peluang Yusril terbuka untuk menggantikan Presiden Ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie, koalisi Poros Tengah yang terdiri atas PBB, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Golkar mengusung Abdurrahman Wahid dari PKB. Gus Dur pun terpilih menjadi Presiden Ke-4 Republik Indonesia.

Dalam periode kepresidenan Gus Dur, Yusril dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia. Sepak terjangnya sebagai menteri berlanjut pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri, yakni selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.

Yusril sempat menjadi Menteri Sekretaris Negara Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu—nama kabinet pemerintahan Presiden Ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono—meski hanya seumur jagung, yakni 21 Oktober 2004–9 Mei 2007, akibat terjadi perombakan kabinet.

Baca Juga :  Bawaslu Tarakan: Penurunan Jumlah Pemilih Bukan Pelanggaran

Kembali ke pemerintahan

Setelah nyaris dua dekade tak menjadi bagian langsung dari pembuat regulasi, kini Yusril memperoleh kepercayaan untuk mengemban tugas sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dari Presiden RI Prabowo Subianto.

Dengan demikian, Yusril bertanggung jawab untuk mewujudkan visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 dengan menjalankan delapan misi yang disebut Astacita.

Sesuai dengan namanya, Astacita terdiri atas delapan pokok haluan yang akan dijalankan oleh Prabowo-Gibran bersama kabinetnya selama periode kepemimpinannya.

Sejumlah misi Astacita memuat ambisi Prabowo-Gibran untuk memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia; memperkuat kesetaraan gender, penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas; serta memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.

Berbagai misi tersebut begitu lekat dengan bidang-bidang yang menjadi cakupan Yusril sebagai seorang menteri koordinator, terutama permasalahan hak asasi manusia.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan bahwa sedikitnya terdapat empat RUU yang harus diperjuangkan, yakni RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Masyarakat Adat, revisi UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan ratifikasi protokol opsional konvensi menentang penyiksaan (OPCAT).

Penuntasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi juga merupakan salah satu RUU yang dinanti-nanti oleh para pejuang HAM. Adapun kendala utama yang dihadapi oleh RUU KKR adalah belum adanya urgensi dan dukungan politik bagi keberadaan UU KKR dan pembentukan KKR.

Padahal, RUU KKR dapat memberi landasan hukum dan kebijakan yang lebih substantif bagi upaya-upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Atnike juga meyakini UU KKR dapat memperkuat kelembagaan dan dukungan sumber daya bagi upaya-upaya pemenuhan hak-hak korban.

Baca Juga :  Bawaslu Nunukan Beberkan Temuan Selama Rekapitulasi Suara Pilkada 

Di sisi lain, Yusril juga harus menemukan jalan keluar untuk menuntaskan permasalahan keimigrasian guna menyaring warga negara asing (WNA) yang masuk ke Indonesia.

Berbagai Kantor Imigrasi yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya Kantor Imigrasi Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Bali, acapkali berhadapan dengan WNA bermasalah. Permasalahan yang dihadapi pun bervariasi, baik keterlibatan WNA dalam praktik prostitusi, WNA yang mendirikan perusahaan fiktif, WNA yang melebihi izin tinggal, hingga WNA yang berjualan obat-obatan terlarang.

Tantangan di bidang Pemasyarakatan pun tak kalah pelik. Dengung RUU Narkotika begitu jarang terdengar, padahal sempat menjadi sorotan publik setelah kebakaran yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten pada September 2021. Sebanyak 49 warga binaan pemasyarakatan (WBP) menjadi korban dari tragedi tersebut.

Sebagaimana hasil penelitian Institute for Criminal Justice Reform, jumlah WBP yang melebihi kapasitas lapas akan berdampak pada upaya pengawasan, perawatan, dan juga evakuasi cepat apabila lapas mengalami kondisi darurat, sebagaimana yang terjadi di Lapas Tangerang.

Oleh karena itu, penting bagi Yusril untuk melakukan evaluasi hukum pidana guna mengatasi permasalahan yang terjadi di lapas.

Mengemban tugas sebagai orkestrator teranyar di bidang hukum, HAM, imigrasi, dan pemasyarakatan, Yusril dihadapi oleh berbagai tantangan dan pekerjaan rumah yang harus ia tuntaskan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Yusril harus gesit, lantaran 5 tahun bukan waktu yang lama untuk menuntaskan berbagai permasalahan tersebut dan mewujudkan reformasi hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Prabowo dan Gibran.

Selamat bekerja, Yusril Ihza Mahendra.

 

Sumber : Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *