Para pengunjukrasa menyuarakan kemarahan mereka dan menuntut segera berakhirnya kekerasan, dengan menggambarkan situasi tersebut sebagai “genosida” dan mendesak adanya tindakan global.
Ribuan orang berjalan dari Odenplan menuju kedutaan besar Israel di Stockholm, sambil mengibarkan bendera Palestina dan Lebanon.
Seruan “Jangan Ganggu Lebanon” dan “Bebaskan Palestina” memenuhi udara.
Seniman dan aktivis Swedia Samuel Girma menyebut Israel sebagai “negara teroris” dan mendesak pemboikotan perdagangan dengan Israel menyusul “serangan teroris di Beirut dan Lebanon.”
Aksi protes juga terjadi di Helsinki, dimana para pendemo menuntut segera diakhirinya operasi Israel di Lebanon.
Di Paris, para pengunjuk rasa berkumpul dekat Innocents Fountain, membawa spanduk bertuliskan “Akhiri Genosida di Gaza dan Boikot Israel.”
Sebagian besar dari mereka memakai keffiyeh dan membawa foto jurnalis Palestina Shireen Abu Akleh, yang tewas oleh pasukan Israel pada 2022.
Seorang demonstran, Cyrena, mengecam sikap diam Barat. “Saya punya teman dan kolega Lebanon yang keluarganya terjebak di sana, dan Barat masih saja tidak bertindak,” katanya.
Di Istanbul, Komite Aksi Palestina mengorganisir protes dari Stasiun Metro Levent menuju Konsulat Israel, dengan seruan “Pembunuh Israel, keluar dari Palestina” dan “Pembunuh Israel, keluar dari Lebanon.
“Mereka membawa bendera Palestina besar dan membentangkan spanduk bertuliskan: “Israel yang melakukan genosida akan dimintai pertanggungjawaban, rakyat Palestina dan Lebanon yang melawan akan menang.”
Umit Doğru, anggota Komite Aksi Palestina, menegaskan bahwa Israel, yang didukung oleh kekuatan imperialis, adalah “mesin pembunuh” yang bertanggung jawab atas kehancuran luas di kawasan tersebut.
Ia memuji ketangguhan rakyat Palestina dan Lebanon, dan menyatakan bahwa perjuangan mereka untuk kebebasan dan keadilan terus menginspirasi harapan di seluruh dunia.
Sementara itu, LSM Turki Human Movie Team mengorganisir sebuah protes di depan Kantor PBB di Jenewa atas serangan Israel di Gaza, yang telah berlangsung selama hampir satu tahun.
Mereka yang berdemo termasuk anggota dari Komunitas Muslim Turki dan Swiss, yang membawa bendera dan spanduk Palestina serta menuntut tindakan tegas terhadap kekerasan yang dihadapi warga sipil.
“Sudah 356 hari sejak genosida dimulai di Gaza, dengan hampir 42.000 warga Palestina terbunuh menurut catatan resmi,” kata Tulay Gokcimen, pendiri Human Movie Team.
Ia mengecam Israel karena mengebom rumah sakit dan memutus akses ke kebutuhan pokok seperti makanan, air, dan obat-obatan, yang telah menyebabkan penderitaan dan kematian yang meluas bagi warga Palestina.
Akademisi Enes Yalman menekankan pentingnya tidak menormalkan “genosida.”
“Kita tidak akan pernah menerima ini. Ini adalah tugas moral kita sebagai manusia,” katanya, dan mendesak agar tekanan terhadap PBB dan organisasi internasional terus dilanjutkan untuk bertindak melawan kekerasan tersebut.
Para pengunjuk rasa di berbagai kota mendesak pemerintah mereka untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel dan mengambil sikap menentang peningkatan kekerasan di kawasan tersebut.
Sumber: Anadolu / Antara