benuanta.co.id, NUNUKAN – Titik panas dianalisis oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasarkan citra Satelit sensor VIIRS dan MODIS pada satelit polar (NOAA20, S-NPP, TERRA dan AQUA).
Kepala BMKG Nunukan, William Sinaga, mengatakan gambaran lokasi wilayah yang berpotensi mengalami kebakaran hutan dan lahan. Satelit akan mendeteksi anomali suhu panas dibandingkan dengan sekitarnya. Observasi ini dilakukan pada siang dan malam hari untuk masing-masing satelit. Pada daerah yang tertutup awan atau blank zone, hotspot di wilayah tersebut tidak dapat terdeteksi.
Pada keberadaan hotspot pada peta itu, ditunjukkan oleh bulatan berwarna merah, kuning dan hijau yang menggambarkan tingkat kepercayaan hotspot.
Merah itu, tingkat kepercayaan tinggi, sedangkan warn kuning di tingkat kepercayaan sedang, dan warna hijau di tingkat kepercayaan rendah. Pemantauan titik panas atau hotspot merupakan indikator kebakaran hutan dan lahan yang memiliki fungsi sebagai pemetaan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
“Data hotspot ini kita gunakan untuk menyelidiki adanya titik api atau firespot dengan melakukan pengecekan lapangan atau groundcheck untuk memastikan kejadian kebakaran, sehingga dapat segera diambil langkah antisipasif melalui pemadaman dini,” kata William Sinaga, Kamis (19/9/2024).
Keberadaan dan adanya peningkatan jumlah titik panas, biasanya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering, jika hari tanpa hujan berlanjut maka potensi karhutla dapat terjadi. Dalam Kondisi seperti ini hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga lingkungan dan tidak melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Yogi Wibawa