benuanta.co.id, TARAKAN – Arisan telah menjadi budaya yang umum di masyarakat Indonesia, digunakan sebagai ajang silaturahmi dan bentuk tolong-menolong antar anggota. Namun, beberapa masyarakat masih bertanya-tanya mengenai status hukum arisan dalam Islam, terutama terkait praktik seperti potongan administrasi atau perbedaan jumlah yang diterima peserta.
Menjawab pertanyaan tersebut Sekretaris MUI Tarakan, Ustaz Fahmi Syam, menyatakan bahwa arisan secara prinsip dibolehkan dalam Islam selama dilakukan sesuai dengan aturan syariat.
“Arisan yang digunakan untuk mempererat silaturahmi dibenarkan. Selain menjaga hubungan, arisan juga merupakan bentuk tolong-menolong yang sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 2, artinya Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran,” jelas Ustadz Fahmi pada benuanta.co.id, Sabtu (14/09/2024).
Namun, beliau menambahkan, arisan sebenarnya menggunakan akad qardh atau pinjaman. “Saat seseorang menerima giliran arisan, pada dasarnya dia adalah debitur (peminjam), dan anggota lain yang belum menerima giliran adalah kreditur (pemberi pinjaman). Hukum asal arisan dalam Islam itu boleh, tapi dengan syarat tidak boleh ada unsur riba, kezaliman atau digunakan sebagai ajang pamer atau kemewahan,” tambahnya.
Sebagai contoh, jika ada 10 peserta arisan yang masing-masing menyetor Rp 1 juta setiap bulan, maka penerima arisan harus mendapatkan Rp 10 juta tanpa pengurangan atau penambahan. “Tidak boleh ada perbedaan jumlah. Jika yang pertama menerima Rp 8 juta karena cepat, sementara yang terakhir menerima Rp 12 juta, maka itu adalah bentuk riba dan tidak dibenarkan dalam Islam,” tegas Fahmi.
Masyarakat juga sering mempertanyakan terkait praktik arisan menurun, di mana jumlah yang diterima peserta di akhir periode menjadi lebih sedikit. Menanggapi hal ini, Fahmi menegaskan bahwa arisan menurun semacam itu tidak diperbolehkan. “Semua peserta harus mendapatkan jumlah yang sama, tanpa pengurangan atau penambahan, karena arisan menurun itu tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam,” ujarnya.
Selain itu, beliau menyoroti bahwa meskipun arisan diperbolehkan dalam Islam, niat dan pelaksanaannya harus benar. “Arisan pada dasarnya adalah akad tolong-menolong, dan jika digunakan untuk tujuan yang mulia, seperti membantu sesama tanpa adanya riba atau kezaliman, maka arisan itu diperbolehkan,” tuturnya.
Pria yang juga merupakan tokoh muda NU Tarakan ini mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan memahami konsep akad dalam arisan, sehingga tidak terjebak dalam praktik yang bertentangan dengan syariat Islam. “Selama niatnya adalah saling menolong dan dilakukan dengan cara yang benar, arisan bisa menjadi sarana yang bermanfaat bagi umat,” imbuhnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk memastikan bahwa tidak ada praktik yang melibatkan riba dalam arisan. “Praktik riba dalam Islam dilarang keras, dan penting bagi kita untuk menjauhi segala bentuk transaksi yang melibatkan kelebihan pembayaran atau unsur ketidakadilan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Mabqul Ambung
Editor: Ramli