Transaksi Digital Menguat, Transaksi Konvensional Mulai Ditinggalkan?

benuanta.co.id, TARAKAN – Jumlah transaksi digital di Kalimantan Utara (Kaltara) yang semakin meningkat memiliki dampak positif dan negatif di mata pengamat ekonomi.

Salah satu Pakar Ekonomi Kaltara, Dr. Margiyono, S.E., M.Si., menguraikan, adapun dampak positif dari penggunaan transaksi digital seperti terdapat kemudahan dalam jual beli, sehingga mendorong konsumsi menjadi meningkat. Hal ini terjadi karena masyarakat tak perlu bersentuhan secara langsung untuk melakukan aktivitas jual beli.

“Dampak dari konsumsi yang mengalami kenaikan, secara ekonomi makro maka aktivitas juga akan meningkat. Bisa kita lihat outlet atau tempat penjualan itu menjamur, itu bisa jadi mereka tidak hanya melayani konsumen yang datang, tapi juga yang melalui online,” urainya, Senin (19/8/2024).

Tak hanya usaha ekonomi makro yang disibukkan dengan transaksi digital, pun dengan usaha mikro atau rumahan juga perlahan bergeser meningkatkan aktivitas transaksi digital. Sehingga, transaksi digital ini secara keseluruhan akan memberikan dampak pada peningkatan perekonomian baik secara informal maupun formal.

Masifnya aktivitas ekonomi akibat transaksi digital juga menguntungkan pemerintah dalam sisi penyediaan lapangan kerja.

“Dengan banyaknya aktivitas, tingginya potensi daya beli, dengan banyaknya permintaan maka akan juga meningkatkan produksi, kapasitas produksi dan peningkatan pengguna tenaga kerja,” tutur Margiyono.

Perekonomian informal dijabarkan Margiyono, dinilai sebagai dampak negatif dari menggeliatnya transaksi digital. Lantaran adanya aktivitas ekonomi yang tak melakukan pengurusan izin usaha, tidak memiliki syarat kerja atau tak memiliki kejelasan menyoal perlindungan hak pekerja di dalamnya. Namun tetap bisa melakukan transaksi digital. Dalam kacamata ekonomi, hal tersebut tentu memiliki kerugian tersendiri untuk jangka waktu yang panjang.

“Tetapi justru malah yang lebih masif itu ekonomi yang sifatnya informal. Informal ini satu perekonomian yang digerakkan tidak berdasarkan aturan dari pemerintah, tapi murni hubungan langsung antar penjual dan pembeli. Pemerintah harus jemput bola, seperti aktivitas podcast atau konten sosial media itukan income-nya ke pribadi, tidak ada ke pemerintah setempat,” imbuhnya.

Meski transaksi digital memiliki segudang keuntungan baik untuk pengguna, penyedia juga pemerintah, lagi-lagi dikhawatirkan akan menyingkirkan peran uang tunai atau uang kertas. Menurut Margiyono, sejak 2019 lalu, Bank Indonesia meluncurkan penggunaan transaksi digital melalui Qris sehingga penggunaan Qris menginisiasi transaksi digital melalui berbagai aplikasi dompet digital seperti Link Aja, Gopay, Dana dan lainnya.

“Uang kertas faktanya saat ini memang masih digunakan oleh generasi yang usianya di atas 40 tahun, tentu saja uang kertas ini tetap dipakai tapi intensitasnya mungkin akan menurun,” tutur pria yang juga sebagai Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan itu.

Adapun uang tunai dan uang digital memiliki peran yang saling melengkapi. Dalam konteks tertentu, penggunaan uang kertas yang menjadi efisien, maka produksi uang kertas juga semakin berkurang. Sehingga diproyeksikan akan mengurangi penebangan kayu sebagai bahan dasar uang kertas.

“Kalau penebangan hutan berkurang artinya dampak positif dari transaksi digital ini mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Hal yang sangat kita rasakan itu waktu kita memasuki pandemi Covid-19, kalau tidak ada pembayaran digital kita akan mengalami kesulitan,” bebernya.

Meski, adanya transaksi digital yang ditengarai oleh Pandemi Covid-19 adalah anomali. Namun, Margiyono menyimpulkan hal itu adalah jalan terbaik, lantaran saat itu roda perekonomian Indonesia sempat mandek. Minimnya penggunaan uang kertas untuk bertransaksi juga mampu mengendalikan inflasi daerah yang sempat turun saat Pandemi Covid-19 di Kaltara.

“Secara fakta memang tidak mendorong inflasi dari penggunaan uang kertas yang menurun,” sebutnya.

Berbeda halnya untuk peredaran uang kertas di perbatasan Indonesia-Malaysia seperti Kabupaten Nunukan. Di wilayah perbatasan sendiri diketahui terdapat dua mata uang yakni rupiah dan ringgit. Artinya, jika transaksi digital digalakkan di perbatasan, maka rupiah akan menghilang dan ringgit akan menjadi tuan.

“Jadi penggunaan uang digital di wilayah mata uang ganda harus diantisipasi atau tidak diprioritaskan. Karena di wilayah perbatasan didorong untuk ketersediaan rupiah juga diantisipasi dan dijaga penggunaan uang digitalnya. Masyarakat setempat harus memegang rupiah supaya tahu wujud rupiah,” pungkasnya. (*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Yogi Wibawa

Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
873 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *