SO2 Letusan Gunung Ruang Berbahaya dan Bisa Terbawa Angin

benuanta.co.id, NUNUKAN – Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) telah meletus pada Selasa (16/4/2024) lalu. Letusan Gunung Ruang memuntahkan material vulkanik berupa lahar panas, abu vulkanik, serta memicu aktivitas kegempaan dan tsunami di wilayah sekitarnya.

Erupsi gunung berapi biasanya tidak hanya mengeluarkan material vulkanik saja, namun melepaskan juga gas-gas beracun seperti gas Sulfur Dioksida (SO2) pekat. Gas beracun ini dapat terbawa angin ratusan kilometer dari pusat letusan.

Sulfur dioksida merupakan salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx). Gas ini sangat mudah terlarut dalam air, memiliki bau namun tidak berwarna, SO2 dan gas-gas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur atau dikeluarkan pada saat letusan gunung berapi.

Gas SO2 dikenal sebagai gas yang dapat menyebabkan iritasi pada sistem pernafasan, seperti pada selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru-paru. Efek kesehatan ini menjadi lebih buruk pada penderita asma. Di alam, zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman.

Baca Juga :  Jelang Nataru 2025, Disperindagkop Kaltara Awasi Peredaran Minol

Kepala BMKG Nunukan, William Sinaga mengatakan dampak sebaran SO2 itu merupakan pola angin di Sulawesi Tengah sejak 20 April 2024 terpantau bertiup dari arah Timur Laut – Timur dengan kecepatan antara 5-20 Km/jam.

Hal ini membuat gas beracun SO2 dari erupsi Gunung Ruang menjalar menuju Sulawesi Tengah. Beberapa wilayah terpantau total kolom SO2 pekat.

“Total Kolom umumnya merujuk pada jumlah total suatu zat (biasanya gas atau partikel) di sepanjang kolom udara vertikal dari permukaan bumi hingga batas atas atmosfer.

Total kolom SO2 terpantau dari satelit Copernicus (Program Observasi Bumi milik Uni Eropa) menunjukan sebaran dari Sulawesi Utara (membawa polutan) mulai bergerak ke arah Barat Daya ke wilayah Sulawesi Tengah. Konsentrasi paling pekat terjadi pada 22 April 2024, dengan ketebalan kolom mencapai terpantau hingga 127 mg/m2. Dalam keadaan normal, kadar total kolom SO2 biasanya bervariasi pada rentang 0.5 – 2 mg/m2.

“Prakiraan sebaran akan terjadi selama 3 hari ke depan,” kata William Sinaga Rabu, 24 April 2024.

Dari monitoring SPAG Lore Lindu Bariri dampak sebaran SO2 bergerak menjauh dari Sulawesi Tengah menuju Barat Daya (Selat Makassar) menuju arah Barat. Per hari Rabu 24 April 2024, total kolom SO2 terpantau 15 – 20 mg/m2 atau dalam kategori sedang, dan berangsur membaik hingga 3 hari ke depan ke kondisi normal. Sementara pada Kamis (25/4) diprediksi kisaran total kolom ozon pada rentang 2.5 – 4 mg/m2, Jumat (26/4) pada angka 1.5 – 2 mg/m2 dan Sabtu (27/4) diprediksi pada angka 1.8 mg/m2.

Baca Juga :  Ratusan Perpustakaan di Kaltara Belum Terakreditasi

Sebaran konsentrasi polutan di atmosfer merupakan fungsi dari angin. Proses pembersihan polutan dapat melalui 2 cara yaitu terbawa angin ke tempat lain atau melalui proses larutnya polutan dalam air hujan.

Namun ketika larut dalam air hujan, senyawa SO2 dapat terbentuk senyawa lain berupa Sulfat dan bersifat asam. Hujan asam dapat menurunkan produktifitas pertanian, menghambat pertumbuhan perikanan air tawar karena proses pengasaman air danau dan air tanah, dan dapat bersifat korosif pada benda-benda terbuat dari logam seperti pagar, atap dan kendaraan.

Melihat hal itu, ia bencana alam letusan gunung berapi dapat menimbulkan permasalahan lain bagi masyarakat jauh dari lokasi gunung berapi. Bencana tersebut berupa sebaran polutan SO2 pekat di wilayah yang dilalui angin. Dampak buruk tingginya SO2 berpengaruh besar pada kelompok usia bayi dan manula serta orang dengan penyakit ISPA. Diharapkan agar kelompok rentan ini mengurangi aktifitas di luar ruangan dan menjaga protokol kesehatan.

Baca Juga :  Jelang Nataru 2025, Disperindagkop Kaltara Awasi Peredaran Minol

Kata William Sinaga, berdasarkan koordinasi dengan Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri, Stasiun Meteorologi Nunukan melakukan pengecekan SO2 yang terpantau dari satelit Copernicus (Program Observasi Bumi milik Uni Eropa).

Untuk Lapisan Permukaan, konsentrasi dalam Kategori normal, konsentrasi yang pekat terjadi pada lapisan 850 hPa (ketinggian 1.5 km) -500 Hpa (ketinggian5.5 km) dan Total Columnya, yaitu pada tanggal 19-21 April 2024, selanjutnya berangsur membaik dan diprakirakan membaik sampai tanggal 28 April 2024.

Bencana alam letusan gunung berapi dapat menimbulkan permasalahan lain bagi masyarakat jauh dari lokasi gunung berapi. Bencana tersebut berupa sebaran polutan SO2 pekat di wilayah yang dilalui angin. Dampak buruk tingginya SO2 berpengaruh besar pada kelompok usia bayi dan manula serta orang dengan penyakit ISPA. Diharapkan agar kelompok rentan ini mengurangi aktifitas di luar ruangan dan menjaga protokol kesehatan.

“Kami menghimbau tetap waspada sebaran polutan SO2 pekat masuk di Nunukan,” imbuhnya. (*)

Reporter: Darmawan

Editor: Nicky Saputra 

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *