benuanta.co.id, NUNUKAN – Empat tahun lamanya Ristya Handayani berjuang mengurus Kartu Indonesia Pintar (KIP) sejak anaknya masih duduk di sekolah menengah pertama (SMP) kelas IX.
Untuk mendapatkan KIP, ia mengaku harus mengurus mulai dari meminta surat pengantar dari RT, lalu kelurahan untuk mendapatkan surat keterangan tidak mampu (SKTM), setelah itu ia diarahkan ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Kabupaten Nunukan.
“Sesampainya saya di DSP3A, saya diarahkan ke sekolah tempat anak saya bersekolah, karena dari pihak sekolah yang mengusulkan kata petugas DSP3A Nunukan,” kata Ristya kepada benuanta.co.id, Jumat, 12 Januari 2024.
Setelah di sekolah, Ristya kembali diarahkan ke Dinas Pendidikan untuk diusulkan berdasarkan usulan dari RT terlebih dahulu. “Begitu seterusnya selama 4 tahun tidak ada hasil, dan tahun 2023 anak saya tanya kembali apakah KIP sudah ada apa belum,” jelasnya.
Setelah kembali mengurus lagi-lagi minta surat pengantar dari RT dan dilanjutkan ke lurah baru disampaikan untuk melihat DTKS. Saat itu, ia menyebut sudah mengisi data di kelurahan.
“Saya diberi nomor telpon, setelah ditelpon yang bersangkutan tidak berada di tempat, karena ada kegiatan di luar katanya nanti datang ke rumah, sampai sekarang tidak ada,” ujarnya.
Alasan Ristya Handayani memposting keluhannya di media sosial media lantaran adanya informasi dari teman anaknya yang menyampaikan untuk membayar di RT agar dapat KIP.
Kedatangannya ke Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan merupakan inisiatif sendiri, mengingat postingannya di media sosial membuat kecewa beberapa pihak.
“Saat itu saya sedang senam kebetulan rutinitas di sekolah setiap Jumat, ada teman menyampaikan ada panggilan dari Kabid, sehingga saya datang ke Dinas Pendidikan,” ujarnya. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Yogi Wibawa