benuanta.co.id, TARAKAN – Dinas Sosial (Dinsos) Tarakan menangani tujuh korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) anak di bawah umur proses pelimpahan dari Polres Tarakan.
Ketujuh korban melakukan praktik prostitusi yang dilakukan secara sukarela karena mereka suka sama suka dan desakan ekonomi dimana korban merasa tidak dipenuhi kebutuhannya oleh orang tua.
Pekerja Sosial Pertama Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan, Alghi Fari Smith, S.S.T, mengungkapkan, proses pelimpahan dari proses yang dilimpahkan polres tidak pada unsur paksaan dari pihak mana pun setelah dilakukan penelusuran cara dan tujuan praktik prostitusi tersebut. “Tidak ada point (paksaan dan tekanan) itu tapi mereka melakukan dengan cara sukarela,” ujarnya, Selasa (28/11/2023).
Dari ketujuh korban, lima di antaranya masih duduk bangku sekolah dan yang lainnya merupakan anak yang putus sekolah. Dikatakan untuk korban yang putus sekolah akan di berikan pendampingan dan penguatan agar mau melanjutkan sekolah paket sedangkan untuk yang masih bersekolah akan diberikan konseling dan beberapa informasi advokasi agar tidak dikeluarkan dari sekolah.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) agar pihak sekolah dapat memberikan pengarahan dan pemantauan oleh Guru Bimbingan Konseling (BK) maupun pihak sekolah lainnya kepada yang bersangkutan agar tidak kembali lagi mengulang hal tersebut.
“Dan Karena mereka berinteraksi dengan para pelanggan sex om-om hidung belang, maka kita hubungkan mereka dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) karena disitu (Dinkes) ada program pengecekan penyakit sex menular. Apakah HIV atau AIDS itu nanti akan kita tunggu hasilnya,” ungkapnya.
Menurutnya dari kasus seperti ini, tidak hanya sedikit terjadi di Tarakan. Kasus praktik prostitusi banyak diluaran sana tetapi hanya sedikit yang terkuak dan di proses. Ia mengatakan hal ini layaknya gunung es yang hanya terlihat kecil dipermukaan namun sangat besar didasar. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama antar stakeholder terkait untuk menuntaskan kasus seperti ini hingga ke akar agar tidak menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Menariknya, ia sempat menanyakan para korban yang duduk di bangku SMP apakah korban memiliki teman sekolah yang melakukan praktik prostitusi namun, ia memberikan jawab tidak. Berbeda dengan korban yang ada di SMP, korban yang berstatus siswi SMA menjawab ia memiliki satu teman yang melakukan hal yang sama. “Artinya untuk pemberantasan TPPO khususnya anak dibutuhkan kerja sama yang baik dalam bentuk stakeholder,” tegasnya.
“Dengan adanya tim terpadu akan mengumpulkan stakeholder terkait karena tema kita hari ini bukan hanya tentang TPPO dengan dikumpulkan stakeholder kita bisa menentukan tupoksi masing-masing. Dengan adanya tim terpadu dengan SOP yang kita buat akan mempercepat penanganan,” pungkasnya.(*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Ramli