benuanta.co.id, BERAU – Pemerintah Kabupaten Berau menilai persoalan batas daerah Berau dan Kutai Timur dianggap sudah selesai jika merunut pada penetapan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Nunukan, Malinau, Kubar, Kutim dan Bontang.
Hal itu disampaikan Asisten I Setkab Berau, Hendratno bahwa, berdasarkan data Biro Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur, Segmen Kabupaten Berau
Kabupaten Kutai Timur sepanjang 土 517 kilometer, terbagi atas 4 Sub Segmen.
“Selain itu, ada beberapa undang-undang yang mendasar, yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat (Dati) Il Di Kalimantan,” ungkapnya Senin (27/11/2023).
Kemudian, kata dia berdasarkan Peta Rencana Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Kutai Tahun 1999 serta Undang-Undang RI Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Malinau, Kubar, Kutim, dan Kota Bontang.
“Dengan mengacu pada undang-undang tersebut, Berau tidak pernah berubah dari awal berdirinya sampai sekarang, dalam hal perbatasan wilayah,” ujarnya.
Tetap menurut penjelasannya tetap mengikuti dan menguatkan kembali dasar fundamental, menjadi ketetapan baik di pihak propinsi dan pihak kementerian.
Penegasan batas daerah antara Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau itu juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999.
“Sebaiknya tidak dipersoalkan lagi. Karena dasarnya sudah jelas dan tegas, sehingga seharusnya yang dilakukan hanya
menentukan titik koordinat berdasarkan peta, dan tidak menggeser batas,” ucapnya.
Apalagi kata dia, peran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat juga mengedepankan penegakan peraturan perundangan yang berlaku.
“Serta, senantiasa memberikan pemahaman kepada pihak yang berani mengklaim terhadap batas yang sah, konsisten, serta bertanggung jawab terhadap produk hukum yang telah diterbitkan,” bebernya.
Dia melanjutkan, pihaknya juga pernah beberapa kali rapat di Pemprov Kaltim, dan beberapa kali kunjungan ke kementerian.
Bahkan belum lama ini, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Berau ke Kementerian Dalam Negeri, terkait membahas Batas Wilayah Kabupaten Berau dan Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.
“Kami ingin kebijakan pemerintah pusat teguh pada aturan. Kami juga pada 6 Maret 2023 lalu, juga telah secara resmi melapor ke Pemprov terkait masalah batas ini. Kami berupaya untuk tidak memasukkan hal intimidasi dalam ranah pembahasan batas,” tuturnya.
Pihaknya menegaskan untuk masalah tapal batas Berau-Kutim, Pemkab Berau juga memiliki tim khusus yakni tim penegasan batas daerah (PBD) di OPD gabungan Tata Pemerintahan.
“Kemudian ada juga tim terpadu penanganan konflik sosial dan forum pembauran kebangsaan di Kesbangpol dan tim teknis lainnya,” imbuhnya.
Adapun persoalan di Kampung Biatan Ilir, yang warganya mendapat intimidasi dari oknum warga Kutim terkait tapal batas.
Hendratno mengatakan, sebenarnya kasus tersebut sudah dilaporkan ke Pemprov Kaltim.
“Termasuk persoalan warga antar kabupaten, Seyogyanya difasilitasi oleh Pemprov Kaltim, dan itu sudah disampaikan. Kami juga sedang menyusun jadwal kerja baik secara OPD Kesbangpol, atau pun dari Tim PBD, terutama terkait batas dan kondusifitas warga Biatan Ilir,” jelasnya.
Mulai Intimidasi Lahan
Kemudian persoalan tapal batas Berau dan Kutai Timur (Kutim) hingga kini belum kunjung tuntas, terutama pada daerah yang berada di Kecamatan Biatan, pesisir selatan Bumi Batiwakkal
Padahal, tapal batas tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diselesaikan.
Bahkan, sejumlah warga Biatan yang berkebun di sekitar areal bermasalah, merasa was-was, karena hasil panennya kerap dirampas, akibat kebun tersebut diklaim masih wilayah Kutai Timur (Kutim)
Kepala Kampung Biatan Ilir, Abdul Hafid turut membenarkan kejadian tersebut dan saat ini ada dua warganya sudah mendapat intimidasi dari oknum warga Kutim.
Tak hanya itu, lahan warganya seluas 4 hektar beserta hasil kebun bersangkutan juga turut dirampas.
“Sekarang adalagi warga saya yang ingin diambil kebunnya. Padahal tempat mereka berkebun, masuk dalam wilayah hutan desa yang SKnya dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” ujarnya, Senin (27/11/2023).
Sebenarnya, kata dia sudah sering meminta Pemkab Berau untuk menyelesaikan masalah tapal batas antara Berau dan Kutim tersebut.
“Namun, hingga kini, tidak ada progres yang terjadi. Sementara, warganya terus menerus mendapat intimidasi,” ungkapnya.
Hafid juga menyampaikan, jika tidak ada upaya penyelesaian mengenai tapal batas tersebut, maka warganya akan melakukan aksi unjuk rasa kepada Pemkab Berau untuk meminta penjelasan dan penyelesaian.
“Ya, warga kami akan ke kantor bupati. Karena ini sudah bertahun-tahun tidak kunjung selesai. Apalagi, warga kami sudah berkebun di sana sudah lama sekali. Bahkan ada yang lebih 10 tahun,” pungkasnya.(*)
Reporter: Georgie
Editor: Ramli







