benuanta.co.id, NUNUKAN – Dua terdakwa perkara pelanggaran keimigrasian yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Paksitan yakni Hanif Ur Rahman (36) dan Rahmat Ali (23) menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan pada Kamis (2/11/2023).
Sebelumya dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nunukan, Adi Setya Desta Landya mengatakan berdasarkan fakta-fakta persidangan dari keterangan saksi-saksi dan petunjuk, terdakwa Hanif terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pidana.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 134 huruf b Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dalam Surat Dakwaan Kumulatif Penuntut Umum.
Terdakwa Hanif dituntut pidana penjara 6 tahun ditambah dengan pidana denda sebesar Rp 600 juta, subsidiar 6 bulan kurungan. Sementara terdakwa Rahmat dituntut pidana penjara 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 600 juta.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim PN Nunukan, Andreas Samuel Sihite menerangkan berdasarkan fakta-fakta persidangan, terdakwa Hanif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penyelundupan manusia dan turut serta sengaja melarikan diri dari rumah detensi imigrasi.
Majelis hakim dalam putusannya menerangkan adapun hal-hal yang dijadikan dalam putusan hakim yakni hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa Hanif dan Rahmat bertentangan dengan program Pemerintah Republik Indonesia dalam hal anti penyelundupan manusia.
Kemudian, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan seorang anak yang merupakan saksi korban AS (16) mengalami trauma.
Sedangkan untuk hal-hal yang meringankan yakni terdakwa berlaku sopan di dalam persidangan dan menyesali perbuatannya serta terdakwa belum pernah dihukum.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, berdasarkan keterangan saksi korban AS, mengaku mengenal terdakwa Hanif saat di Pakistan yang mana terdakwa merupakan supir yang selalu menjemput dan mengantar AS menuju sekolah.
Saat itu, korban AS bersama dengan Ibu dan kakaknya bertemu dengan terdakwa di pinggir jalan di Pakistan pada (7/1/2023) lalu. Kemudian pergi menuju rumah terdakwa, namun saat itu hanya AS yang turun dan masuk ke rumah terdakwa, sedangkan ibu dan saudaranya hanya menunggu di mobil. Terdakwa juga memberikan minuman yang membuat korban AS tidak sadarkan diri.
Korban AS saat itu disuruh untuk ikut dengan Hanif ke Malaysia, ia juga diancam jika menolak maka ibu dan saudaranya akan dibunuh oleh terdakwa. Lantaran ancaman tersebut, korban akhirnya ikut dengan Hanif.
Kemudian, dari keterangan saksi Rosli yang merupakan sepupu dari ibu kandung korban AS menerangkan, AS, ibunya dan saudara AS telah menghilang sejak (8/1/2023) lalu di Paksitan. Saksi Rosli mengetahui keberadaan AS berada di Indonesia setelah adanya informasi dari temannya yang dihubungi pihak Keimigrasian Nunukan.
Tak hanya itu, saksi Rosli juga menerangkan, bahwa keluarganya di Paksitan telah menemukan jasad ibu dan saudara AS yang berada di bawah basement rumah milik terdakwa, yang mana untuk kasus tersebut masih dalam investigasi oleh polisi di Pakistan.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Hanif dan Rahmat diamankan oleh personel Inteldakim Imigrasi Nunukan saat tengah bersama korban AS yang merupakan remaja putri asal Pakistan yang masih di bawah umur di sebuah kamar hotel di Nunukan pada (18/1/2023) lalu.
Mulanya Kantor Imigrasi Nunukan mendapatkan informasi dari pemilik hotel terkait adanya keberadaan WNA. Saat diperiksa, Hanif menyampaikan jika ia tengah bersama dengan calon istrinya dan datang bersama WNI atas nama Rahmat yang saat itu datang dengan menunjukkan KTP domisili Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Namun Rahmat diduga kuat bukan WNI melainkan WNA dan pernah memiliki pasport negara Paksitan dan diduga masuk ke Nunukan secara ilegal.
Dari hasil penyelidikan Imigrasi Nunukan, Hanif mengaku berangkat dari Pakistan ke Nunukan dengan melalui jalur legal dengan mengantongi dokumen keimigrasian yang lengkap, serta memiliki izin tinggal yang dijamin oleh istrinya yang merupakan WNI di Kota Malang, Jawa Timur.
Sementara, AS tidak memiliki dokumen keimigrasian sama sekali dan mengaku masuk ke Nunukan melalui jalur ilegal dari Tawau, Malaysia. Kedatangan A ke Indonesia atas perintah dari Hanif dan dibantu oleh Rahmat.
Rahmat diketahui mempunyai berperan membantu melancarkan aksi pelanggaran Keimigrasian yang dilakukan oleh terdakwa Hanif membawa korban AS masuk secara ilegal ke Indonesia.
Tak hanya itu, selama proses penahan di ruang detensi imigrasi Nunukan, kedua terdawa sempat melarikan diri, bahkan terdakwa Hanif yang sampai dua kali melarikan diri dari ruang detensi Imigrasi Nunukan. Dari fakta persidangan, diketahui jika Hanif merupakan otak atas aksi kabur dari ruang detensi. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Yogi Wibawa