NUNUKAN – Persoalan sampah di perairan Mamolo Kabupaten Nunukan kian memprihatinkan. Di laut sampah botol plastik memenuhi sebagian permukaan laut. Bukan tanpa sebab, di wilayah ini banyak pembudidaya rumput laut. Bahkan, rumput laut menjadi primadona bagi masyarakat sekitar.
Bicara soal sampah, tentu ini masalah bersama. PT. Pertamina EP Tarakan Field yang tergabung dalam Regional Kalimantan Subholding Upstream Pertamina mengembangkan program pengelolaan sampah plastik melalui kelompok masyarakat yang diberi nama AKAR SAMPAH (Aliansi Kerja Bebas Sampah) menjadi pelampung rumput laut ramah lingkungan.
Dalam program ini Pertamina EP Tarakan Field bersinergi dengan pemangku kepentingan antara lain pemerintah Kabupaten Nunukan, Aliansi Kerja Bebas Sampah atau Akar Basah, serta masyarakat setempat. Sampah plastik menjadi target utama program ini mengingat masalah sampah plastik yang kerap menjadi pencemaran lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terurai.
“Kami punya program yang namanya AKAR BASAH, program ini kategori program lingkungan mengelola sampah plastik menjadi pelampung rumput laut, di Pulau Nunukan salah satu penghasil rumput laut terbesar di Indonesia bahkan mereka bisa impor,” jelas Pertamina EP Tarakan Field Manager, Isrianto Kurniawan melalui Comre & CID Zona 10 Tarakan Field, Abrar Siregar, Senin (30/10).
Program AKAR BASAH merupakan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) ini telah diinisiasi oleh perusahaan sejak tahun 2020, dan tahun 2021 kelompok ini terbentuk secara resmi. Kini sekitar 3 tahun program ini telah berjalan dan telah menghasilkan banyak pelampung rumput laut yang ramah lingkungan.
“Perusahaan terus memberikan dukungan terhadap program AKAR BASAH seperti penyediaan infrastruktur pendukung, pelatihan manajemen produksi pelampung dan memperkenalkan pelampung rumput laut yang ramah lingkungan tersebut kepada masyarakat pengguna,” terangnya.
Menurut Abrar, Kabupaten Nunukan salah satu kabupaten di wilayah pesisir Kalimantan Utara dengan komoditas ekonomi berupa rumput laut, terutama di Pantai Mamolo. Proses penanamannya, para petani rumput laut menggunakan plastik botol bekas sebagai pelampung rumput laut.
Potensi rumput laut di Mamolo yang cukup besar membuat permintaan akan komoditi ini meningkat sehingga mengakibatkan penggunaan pelampung botol plastik menjadi meningkat. Penggunaan pelampung botol plastik terbatas hanya dipakai setelah satu kali panen, sehingga sampah bekas botol plastik dibuang ke laut dan mencemari laut Nunukan.
“Pertamina berkomitmen dan bersinergi dengan pemerindah daerah, mitra binaan AKAR BASAH ini bagaimana kita bisa mengelola sampah plastik ini menjadi pelampung rumput laut, program ini juga untuk mengurangi pencemaran lingkungan berupa sampah plastik di laut,” ucap Abrar.
Program AKAR BASAH ini komitmen perusahaan BUMN memberikan kontribusi secara aktif dalam pengembangan masyarakat dan kelestarian lingkungan. “Kami sangat mengapresiasi pemerintah daerah dan masyarakat Nunukan yang pro aktif agar sinergi ini tetap berjalan di Nunukan, bahkan Nunukan mendapatkan juara 1 pekan inovasi atas inovasinya membuat pelampung rumput laut dari proses daur ulang yang ramah lingkungan,” jelas Abrar.
Tak hanya itu, di awal 2023, Pertamina EP Tarakan Field meraih silver winner dalam ajang penilaian Public Relation Indonesia Awards (PRIA) 2023 untuk program Akar Basah. Abrar berharap program ini mendukung pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan pencapaian SustainableDevelopment Goals (SDGs).
Lebih jauh Abrar menjelaskan, petani rumput laut mengambil sampah plastik lalu dikumpulkan kepada AKAR BASAH. Sampah ini dibersihkan dan dicacah. Kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dan pencetak pelampuang rumput laut. “Kan meleleh itu lalu membentuk pola seperti kapsul,” ucapnya.
Untuk mendukung program ini perlu adanya kebijakan penggunaan pelampung yang ramah lingkungan dari pemerintah daerah di Nunukan. Hal itu untuk mendorong para petani rumput laut bisa terus menggunakan pelampung rumput laut yang ramah lingkungan tersebut.
Pelampung ramah lingkungan memiliki harga yang berbeda dari pelampung botol plastik yang digunakan petani rumput laut. Pelampung yang ramah lingkungan ini dibanderol dengan harga Rp 10-15 ribu. Sedangkan botol plastik bekas air mineral yang dipakai petani rumput laut selama ini seharga Rp 800-1.000.
“Mudahan masyarakat aware dengan lingkungannya dan masa pakai pelampung ini lebih lama bisa 5 tahun sementara kalau pelampung dari botol plastik hanya sekali pakai dibuang, perlu didukung regulasi dalam penggunaan pelampung ramah lingkungan ini, ini sudah diresmikan oleh pemerintah,” ungkap Abrar.
Sementara Ketua Bank Sampah Karya Bersama, Habir, serta petani rumput laut di Kabupaten Nunukan, khususnya wilayah Mamolo, memberikan apresiasinya kepada Pertamina yang telah memberikan respon aktif mengenai kondisi sampah yang dihadapi, serta dukungan yang diberikan juga oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan.
“Harapan kami dengan adanya inovasi pelampung bola rumput laut yang ramah lingkungan ini, dapat membantu mengurangi jumlah sampah plastik yang ada, karena kami menyadari apabila tidak ada upaya pencegahan dalam melestarikan lingkungan, maka sampah pelampung botol plastik tersebut dapat merusak budidaya rumput laut Mamolo tempat kami mencari nafkah,” kata Habir.
Belum lama ini Pertamina EP Tarakan Field juga telah berkolaborasi dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Nunukan melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk mengembangkan program Pemberdayaan Kelompok Marjinal Berbasis Lingkungan.
Program ini masih bagian dari program AKAR BASAH yakni Pertamina memberikan bantuan mesin pencacah sampah kepada pihak lapas Nunukan.
“Pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, termasuk bagi warga binaan lapas yang menjalani proses asimilasi dan edukasi. Kami berharap program ini dapat memberikan dampak yang positif,” ucap Abrar.
Kepala Lapas Kelas II B Kabupaten Nunukan, I Wayan Nurasta Wibawa menjelaskan bahwa program ini dapat memberikan kesempatan pada warga binaan lapas untuk memperoleh keterampilan baru dan pengetahuan tentang praktik ramah lingkungan, sehingga mereka dapat memiliki bekal yang cukup di masa depan.
“Kami menyadari bahwa selama masa hukuman, warga binaan lapas mungkin mengalami kesulitan dalam hal kesehatan mental dan emosional. Semoga program ini dapat memberikan dukungan psikologis dan sosial kepada mereka. Kami ingin membantu mereka pulih dan mengembalikan rasa percaya diri mereka, sehingga mereka dapat menghadapi masa depan dengan optimisme,” pungkasnya.(*)
Penulis: Ramli